Di masa sekarang tentu sudah tidak asing lagi dengan kata Self Harm atau Self Injury. Self Harm atau Self Injury adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau individu untuk melukai dirinya sendiri. Self Harm ini juga terdiri dari berbagai jenis, bahkan hal kecil yang bisa dibilang cukup sepele seperti mengelupas kulit bibir juga termasuk Self Harm.
Dan lebih parahnya mereka bisa melakukan aksi bunuh diri. Menurut data World Health Organization atau WHO (2018), secara global hampir 800.000 orang meninggal dunia karena suicide setiap tahun dan hampir sepertiga dari semua kasus suicide terjadi di kalangan remaja (www.who.int). Tindakan ini telah banyak terjadi dan dilakukan oleh anak muda di masa sekarang, atau yang biasa dikenal dengan "Generasi Z".
Sebagian besar berusia 15 -- 23 tahun. Sebagian besar menggunakan benda tajam untuk melukai bagian tubuh yang mudah dijangkau seperti lengan, kaki, dan lain-lain. Dan kebanyakan mereka melakukan hal tersebut secara rahasia atau tanpa sepengetahuan orang tua dan orang terdekatnya. Hal-hal yang memicu anak muda melakukan Self Harm itu sendiri adalah karena adanya rasa frustasi, stress, depresi, kekecewaan terhadap diri sendiri. Sehingga mereka lebih memilih untuk melampiaskan emosi dan rasa kekecewaan mereka kepada melukai diri sendiri daripada menceritakan masalahnya kepada orang lain.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2020), stres adalah reaksi seseorang baik secara fisik maupun emosional apabila ada perubahan dari lingkungan yang mengharuskan seseorang untuk menyesuaikan diri (kemkes.go.id). Menurut Zakiah Daradjat (1985), frustasi merupakan suatu proses yang menyebabkan orang merasa adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan, atau menyangka akan terjadi sesuatu yang menghalangi keinginannya.
Dan menurut Sarwono (2009), depresi adalah perasaan murung, kehilangan gairah untuk melakukan hal-hal yang biasa dilakukan dan tidak bisa mengeksoresikan kebahagiaan. Tindakan Self Harm ini juga dapat terjadi karena masalah sosial yang dialami oleh individu, seperti trauma, patah hati, bully, dan lain-lain sehingga memicu tekanan batin. Individu yang melakukan Self Harm memiliki perasaan kesepian, karena merasa telah gagal untuk memiliki hubungan sosial dengan orang-orang di sekitarnya sehingga mereka melukai diri sebagai bentuk menghukum diri dan melepaskan segala emosi.
Tidakan ini tidak hanya memberikan luka fisik, namun juga luka atau masalah terhadap mental itu sendiri. Mereka akan "ketagihan" untuk melukai diri sendiri dengan maksud untuk melepas emosi, dan mereka akan selalu merasa berkecil hati, mengasingkan diri, dan masih banyak lagi. Kebanyakan enggan untuk memberitahu apa yang dirasakannya karena merasa tidak enak, takut menggangu orang lain, dan takut jawaban yang mereka inginkan tidak sesuai dengan ekspektasi.
Media sosial juga bisa mempengaruhi individu untuk melakukan Self Harm. Arendt, dkk (2019) menjelaskan bahwa paparan media sosial yang menayangkan perilaku Self Harm dapat menimbulkan peniruan perilaku pada individu yang rentan. Karena sesuai dengan teori kognitif sosial, individu akan cenderung mengikuti perilaku yang orang lain lakukan (Bandura, 2001).
Sebagian orang setuju bahwa tindakan Self Harm dapat mempengaruhi orang lain, karena seseorang yang tanpa sengaja melihat orang yang melakukan Self Harm, maka mereka juga akan mencoba (ikut-ikutan) lalu mereka akan merasa bahwa cara tersebut cukup ampuh untuk menghilangkan sesak yang mereka rasakan. Dan di sisi lain, juga ada yang menganggap bahwa tindakan Self Harm tidak dapat mempengaruhi orang lain karena mereka beranggapan bahwa masalah tiap individu berbeda, dan setiap individu punya caranya masing-masing untuk mengatasi masalahnya tersebut.
Bagaimana Cara Mengatasi Self Harm?
Untuk mengatasi Self Harm atau melukai diri sendiri bisa dibilang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menguranginya hingga benar-benar lepas dari tindakan tersebut, tergantung seberapa parah tindakan yang telah dilakukan oleh individu tersebut. Mengatasi ini juga tergantung bagaimana pola pikir dari individu tersebut. Jika sebelumnya individu selalu merendahkan dirinya, merasa tidak pantas, dan lain-lain harus diubah dengan pola pikir yang positif seperti mengapresiasi diri sendiri.
Jika masih terpancing dengan pikiran dan hal negatif, maka tidak menutup kemungkinan bahwa tindakan tersebut akan terjadi lagi. Dengan terbentuknya pola pikir yang positif, dan didukung dengan melakukan kegiatan yang digemari sebagai peralihan dari pikiran negatif, secara perlahan individu tersebut dapat melupakan dan keinginan untuk melukai diri sendiri akan berkurang, bahkan bisa terlepas dari kebiasaan tersebut.