Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Jauharul Haqoiq

Menulislah maka kau ada

Agama sebagai Isu dan Kecenderungan Masyarakat

Diperbarui: 18 Desember 2021   22:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto ilustrasi:pemiluupdate.com

Agama Sebagai Isu

Belakangan ini agama menjadi isu kontroversial yang mungkin menarik untuk dijadikan asupan pagi bagi masyarakat, dapat diketahui bahwa agama menjadi sorotan di berbagai kolom berita media massa, berbagai isu seperti kekerasan seksual, radikalisme, terorisme dan isu-isu lain yang masih tidak jauh dari balutan agama. Dari uraian tersebut bisa kita tebak ketertarikan masyarakat pada isu-isu agama tersebut memang murni keinginan dari diri sendiri, atau kemungkinan ada berbagai kemungkinan bahwa isu-isu yang ditayangkan di linimasa hanyalah pelemahan terhadap isu-isu yang lain, ada kemungkinan bahwa ada suatu oknum yang menutupi isu yang berdampak universal dengan berbagai cara, dan agama dijadikan topik untuk diperdebatkan. Dalam konteks ini agama bukan dijadikan penenang jiwa dan rohani, melainkan dijadikan kemasan yang menarik bagi keterpurukan-keterpurukan yang melanda.

Seorang sosiolog masyhur dan kontroversial kelahiran jerman tahun 1818, Karl Marx pernah menekankan bahwa agama mengalienasi manusia dari kehidupan nyata di dunia ke kehidupan akhirat di surga, bahkan Marx pernah mengatakan agama adalah candu bagi masyarakat. Dalam kehidupan modern ini kita bisa menafsirkan pernyataan Marx tersebut bahwa masyarakat masih memperdebatkan isu-isu agama yang ranahnya individu atau suatu kelompok, dampak yang terjadi yaitu perdebatan tersebut akan menimbulkan kurangnya kemampuan masyarakat dalam menganalisa keadaan yang sebenarnya terjadi, di dalam kehidupan nyata maupun di media massa.

Dari konteks lahirnya pernyataan Marx bahwa agama adalah candu, dapatkah kita bertanya, apa isu yang layak diperdebatkan? Tentu, masih banyak terjadi kelaparan dimana-mana diakibatkan oleh menipisnya lahan pekerjaan, korupsi masih menjadi hal yang lumrah, dan masih banyak isu-isu lain yang bisa diperdebatkan, hal ini bukan langkah manusia untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau kelompok, melainkan mencari titik terang dan memenuhi hak manusia dalam menjalani kehidupan.

Namun, tidak salah bagi masyarakat yang mungkin membahas isu-isu agama untuk kepentingan agamanya sendiri, Agama memang berperan penting bagi manusia, Manusia membutuhkan bukan saja pengaturan emosi, tetapi juga kepastian kognitif tentang perkara-perkara seperti kesusilaan, disiplin, penderitaan, kematian, dan nasib terakhir. Terhadap persoalan tersebut agama menunjukan kepada manusia jalan dan arah kemana manusia dapat mencari jawabannya. Dan jawaban tersebut hanya dapat diperoleh jika manusia beserta masyarakatnya mau menerima suatu yang ditunjuk sebagai “sumber” dan “terminal terakhir” dari segala kejadian yang ada di dunia. Terminal terakhir ini berada dalam dunia supra-empiris yang tidak dapat dijangkau tenaga indrawi maupun otak manusiawi, sehingga tidak dapat dibuktikan secara rasional, malainkan harus diterima sebagai kebenaran.

Secara normatif, doktrin agama sedianya berisikan ajaran damai dan mendamaikan dan bertindak atas nama perdamaiaan dan kemanusiaan pada umumnya. Namun dalam praktiknya, realitas sosial dalam konteks keberagamaan umat beragama masih memperlihatkan perilaku yang tidak selalu berbanding lurus dengan fungsi agama yang membawa kedamaian itu. Seperti yang di sampaikan oleh Emile Durkheim, dalam kehidupan sosial agama memiliki fungsinya masing-masing, maka sebagai orang yang memilih beragama maka hendaknya menjalankannya, bukan memperdebatkan, bahkan membawanya ke ranah yang Universal, sehingga memungkinkan agama memperoleh stigma yang negatif di kalangan masyarakat.

Maka dapat disimpulkan ketika kita berfokus pada isu-isu agama hendaknya tidak terlena dengan isu-isu lain. Memang agama adalah peran yang penting bagi masyarakat, akan tetapi untuk memperdebatkan permasalahan agama yang tak kunjung selesai akan memberikan dampak yang signifikan terhadap masyarakat bahkan terhadap agama itu sendiri, untuk itu kita wajib belajar untuk memahami dan menyaring berita-berita mana yang layak untuk dibahas, dan berita mana yang hanya ditayangkan untuk memenuhi linimasa.

Kurangnya Kemampuan Berfikir Analitis

Informasi tentang isu dan konflik dalam kehidupan sehari-hari adalah suatau hal yang lumrah di media sosial maupun media massa. Terbukti, bahwa sedikit atau banyak media massa menyediakan informasi yang tidak jauh dari isu-isu dan konflik yang sedang terjadi. Permasalahan yang terjadi yaitu ketika masyarakat yang tidak mampu untuk menganalisa latar belakang dari berita-berita yang disediakan, sehingga banyak isu-isu yang diperdebatkan secara berlebihan, kedangkalan dalam bernalar adalah penyebab kekurangan manusia dalam menganalisa.

Media massa dan media sosial adalah salah satu tempat masyarakat mengapresiasikan dan mengeluarkan argumen dan opini-opini yang merka miliki, dari media-media tersebut dapat kita analisa ketertarikan masyarakat dalam memilih isu dan konflik, dan lagi-lagi, kecenderungan masyarakat dalam memilih isu dan memberikan opini kini tampak memprihatinkan.

Salah satu contohnya belakangan ini, ketika ada seorang pemuka agama yang melakukan kekerasan seksual, memang masyarakat sudah menganalisa secara objektif bahwa isu tersebut adalah timbul karena kesalahan oknum yang bersangkutan. Namun, apakah mereka tidak menerka, mengapa berita tersebut masih diperbincangkan? Tentu saja jika masyarakat dapat menganalisa dengan akal sehat, banyak konflik-konflik lain yang tidak terurus, bahkan hukuman yang keji hanya dilontarkan kepada orang yang bermasalah dengan ranah yang tidak sebanding dengan Negara, Provinsi bahkan Kabupaten.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline