Nama : Naufal Rifqi Yusron
NPM : 23010400157
Dosen Pengampu : Amin Shabana, S.Sos, M.Si
Dalam beberapa bulan belakangan sedang ramai mengenai kampanye untuk pemilu yang akan dating pada bulan November 2024 yaitu Pemilihan Kepala Daerah yang serentak di laksanakan pada tanggal 27 November 2024. Sehingga para calon -- calon kandidat telah menyiapkan kampanye mereka sejak bula November tahun lalu, dimulai dengan baliho yang semakin banyak beredar di sepanjang jalan raya tidak pernah kosong untuk penempatan baliho. Ketika sudah memasuki mendekati bulan bulan kampanye, tidak lupa juga media sosial juga menjadi tempat ajang kampanye para kandidat calon Kepala daerah tersebut.
Salah satu contoh berita mengenai para calon wakil dan Gubernur yang sudah merabah ke media sosial seperti tiktok, melalui Kompas.com, Dharma-kun Calon wakil gubernur Jakarta, melakukan blusukan ke daerah pemukiman di Jakarta dengan melakukan Live di aplikasi tiktok tersebut. Menurutnya "Jadi, kita mempunyai strategi blusukan online, bagi warga di RW setempat yang bias melakukan komunikasi melalui internet dapat bertemu kami. Jadi, tidak perlu banyak memakan banyak waktu untuk bisa menjangkau warga lebih banyak lagi. Jadi, ada jalan darat dan ada jalan melalui udara," imbuh Kun.
Media sosial telah mengubah lanskap kampanye politik secara dramatis. Media sosial bukan lagi hanya tempat untuk berbagi foto liburan atau meme lucu. Kini, platform ini menjadi medan pertempuran politik, tempat dimana kandidat dan tim sukses kampanye tersebut beraksi dengan para pemilih. Dengan jutaan pengguna aktif setiap hari, media sosial meiliki potensi besar dalam memengaruhi opini publik.
Sebelum munculnya media sosial, kampanye politik sangat ketergantungan kepada media tradisional seperti televisi, radio dan surat kabar. Iklan politik di televisi merupakan salah satu cara paling efektif menjangkau para pemilih pada masanya. Namun, dengan seiring berjalannya waktu dengan bermunculannya platform media sosial seperti Facebook, Twitter (sekarang lebih dikenal "X") dan Instagram serta Tiktok, para kandidat kini memiliki banyak cara yang lebih mudah serta efektif untuk menyampaikan pesan mereka terhadap para pemilih.
Tantangan dalam Kampanye Politik Digital
Meskipun media sosial menawarkan banyak keuntungan, ada juga tantangan yang perlu dihadapi, yaitu:
- Penyebaran berita palsu (HOAX) : Informasi yang tidak akurat dapat menyebar luas dengan cepat melalui media sosial dan dapat memengaruhi opini publik secara massal bagi yang tidak bisa memilah mana hoax dan fakta.
- Interaksi negatif: media sosial juga dapat menjadi arena untuk ujaran kebencian dan serangan para paslon yang merusak citra kandidat.
- Etika Penggunaan: Politisi atau para kandidat harus mempertimbangkan etika dalam menggunakan media sosial untuk menghindari manipulasi informasi dan menjaga integritas kampanye dalam ber media sosial.
Kesimpulan
Evolusi dari kampanye politik yang didominasi oleh televise ke penggunaan media sosial menunjukkan perubahan yang signifikan dalam cara politisi berkomunikasi dengan pemilih serta berinteraksi. Media sosial tidak hanya meningkatkanpartisipasi politik tetapi juga menghadirkan tantangan baru dalam hal informasi dan etika. Dengan memahami dinamika tersebut, kita dapat lebih baik mengevaluasi dampak media sosial terhadap demokrasi dan proses politik di era digital saat ini.