Gus Dur pernah menulis artikel "Tiga Pendekar dari Chicago," menceritakan tokoh muslim yang tengah menempuh S3 di Amerika. Ketiganya yaitu Nurkholis Majid, Syafii Maarif dan Amien Rais. Seperti biasa, tulisan Gus Dur menyajikan analisis yang menggelitik dan memberi spektrum lain bagi pembaca. Meskipun begitu, sebagai manusia ternyata Gus Dur tak lepas dari salah.
Dari tiga orang di atas, ternyata hanya dua yang layak disebut pendekar, yaitu Cak Nur dan Buya Syafii. Amien Rais alih-alih menunjukkan karakter pendekar, malah bertindak sebagai politisi yang gemar mengumbar kebencian dan memecah belah. Tulisan ini akan melihat sekilas kiprah Amien Rais.
Pada era reformasi, Amien sangat kencang kampanye "Anti KKN" atau Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dia lantang minta Suharto turun dari Presiden, lantaran mengidap KKN akut. Dalam berbagai pernyataan, Amien menuntut pembersihan Suharto dan Kroni-kroninya. Jika kita bandingkan kondisi hari ini, ternyata penyakit KKN dipiara Amien Rais sendiri.
Kita mulai dari praktik korupsi. Pada sidang kasus penyimpangan dana Alkes dengan terdakwa Siti Fadilah Supari (31/05/17), jaksa KPK menyebut ada aliran dana Rp600 juta ke rekening Amien Rais. Amien mengaku menerima dana itu, meski berkilah bahwa duit itu dari Sutrisno Bachir. Apapun alasannya, Amien menerima uang Rp600 juta yang disinyalir dari korupsi Alkes. Naif kalau seorang politisi nasional menerima ratusan juta yang bukan haknya, tanpa tau asalnya.
Terkait kasus kolusi, kita juga tahu Amien Rais mendukung Prabowo, mantan menantu Suharto. Demi mendukung Prabowo, Amien mengintervensi Ijtima' Ulama II. Forum yang berusaha mencari Capres umat itu, dipaksa Amien untuk dukung Prabowo-Sandi yang tak punya latar keumatan. Pengakuan Usamah Hisyam yang hadir di Ijtima' Ulama II menjelaskan, Amien berkolusi dengan Prabowo demi Pilpres 2019. Ironisnya, kolusi itu dilakukan dengan menantu Suharto yang dia anggap biang kolusi. Yang tak kalah ironis koalisi Prabowo-Sandi sesumbar akan membawa Indonesia kembali ke Orba.
Terakhir terkait nepotisme, bukan rahasia bahwa Amien Rais mengangkut keluarganya ke PAN. Empat orang anaknya jadi Caleg PAN dari level DPR RI hingga DPRD, yaitu: Hanafi, Hanum, Mumtas dan Baihaqi. Selain itu, Zulkifli Hasan sendiri selaku Ketua Umum PAN adalah besan Amien Rais, sehingga kebijakan politiknya pun banyak diintervensi Amien.
Sangat sulit untuk menepis bahwa Amien tengah membangun dinasti melalui PAN. Dan lebih dari itu, tak bisa disangkal lagi bahwa Amien telah mengingkari jargon reformasi dan anti Orba. Padahal, slogan anti Orba itulah yang membuatnya berbangga dengan klaim Bapak Reformasi. Slogan itu juga yang membuat orang-orang berkumpul dengan dia mendirikan PAN.
Tak heran hari ini (26/12/18), para tokoh yang terlibat pendirian PAN ramai-ramai menuntut Amien mundur dari PAN. Goenawan Mohamad, Albert Hasibuan, Abdillah Toha dan Toety Heraty Noerhadi pernah bersama Amien mendirikan PAN. Teriakan keras Amien membuat mereka percaya, Amien Rais memang mendukung Reformasi. Ternyata, semua itu hanya tipuan untuk meraih akses politik.
Para pendiri itu prihatin dengan kondisi PAN saat ini. Selasa (25/12/18) kemarin, Bendahara Umum PAN, Nasrullah mundur dari posisinya. Dia menyebut tidak cocok dengan pola manajemen PAN. Di balik itu, kencang informasi bahwa dia jengah dengan kepemimpinan PAN yang kian meyerupai perusahaan keluarga besar Amien Rais, dan intervensi Amien pun kian menjadi.
Sayangnya, domininasi keluarga besar Amien itu justru membuat PAN terpuruk. Survei Deny JA November lalu menyebut Amien Rais dikenal oleh 83 persen pendukung PAN, tapi hanya 9.4 persen yang mengikuti himbauan Amien. Di sisi lain, survei LSI September lalu juga menyebut PAN terancam gagal melampaui ambang batas parlemen, dan hanya mengantongi 1.4 persen suara. Wajar jika para pendiri PAN gusar dengan ulah Amien Rais yang justru merusak PAN.
Para pendiri itu tentu juga membaca "Tiga Pendekar dari Chicago" yang ditulis Gus Dur. Mungkin mereka prihatin, sebagai salah satu generasi awal tokoh muslim, level Amien Rais jauh tertinggal oleh sejawatnya. Cak Nur meski sudah berpulang, namanya harum dikenang sebagai pemikir berintegritas. Buya Syafii sampai hari ini dikenal sebagai guru bangsa yang sederhana, teduh, mendamaikan.