Lihat ke Halaman Asli

Naufal Kuntjoro

Millenial's Banker || 99's Works on Foreign Bank || Newcomers in Finance Industry and Writing Stages

Belajar Inovasi dari Tol Miring Jagorawi

Diperbarui: 5 Oktober 2020   23:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Minggu lalu, baru saja melewati tol Jagorawi setelah beberapa waktu jarang kesana. Tiba tiba teringat, oh iya dulu sempat ada Gerbang Tol (GT) miring satu satunya di Indonesia. Meski saat ini sudah dibongkar lagi karena menimbulkan kemacetan. Setelah cari cari artikelnya, ternyata sudah 10 tahun tol miring ini diperkenalkan.

Gerbang tol miring ini pada jamannya dinilai bisa mengurai kemacetan meski GT bertempat di lahan yang sempit. Karena gerbangnya lebih banyak, maka arus kendaraan juga tidak menimbulkan antrian. Meski di awal sempat ada pro kontra, seperti resiko bertabrakan dengan kendara lain atau mewaspadai munculnya blind spot dari sisi pengemudi, namun tetap saja gerbang tol miring ini diresmikan dan dijadikan salah satu inovasi Jasa Marga dalam mengurai kemacetan.

Saya jadi ingat, saat dulu masih disetirin bapak, saya adalah orang yang antusias sekali memasuki gerbang tol miring. Bahkan bukan hanya saya saja, beberapa artikel media online juga sempat meliput inovasi ini. Salah satunya ya Kompas, seperti gambar diatas. Hingga saat ini pun, kalau saya dihadapkan dua pilihan antara GT Miring atau GT Biasa, saya pun akan memilih GT Miring. 

Saya hanya terpukau dengan bentuk inovasi ini.

7 Tahun setelahnya, ada beberapa masukan bahwa GT Miring di Jagorawi malah menimbulkan kemacetan. Seiring bertumbuhnya jumlah mobil, dan mobilisasi kendaraan maka GT Miring dinilai bukan solusi yang ciamik. GT Miring pertama di Indonesia pun harus dibongkar. Sistem pembayaran Tol nya yang saat ini berubah, dengan menerapkan sistem satu harga. Saya tidak mau bicara soal Sistem Pembayarannya, tapi saya terkesima dengan kekuatan inovasinya.

Mungkin saat ini GT Miring Jagorawi yang dulu dianggap solusi ciamik sudah dibongkar, dan bahkan ada yang bilang gagal, karena tidak sebanding dengan biaya investasinya. Mungkin ada yang bilang, "wah sayang ya, dulu udah dibangun susah susah, bagus bagus, ehh sekarang dibongkar juga". Dan saya juga bilang "Yaah, jadi ngga ada yang menarik lagi deh kalo lewat tol Jagorawi".

Tapiii, melihat adopsi sistem GT Miring ini yang diterapkan di Tol Cikupa, Tol Prof Soedyatmo, Tol Trans Jawa dan beberapa Gerbang Tol lainnya adalah tanggapan dari semua keluhan keluhan yang diatas. Kita boleh bilang bahwa Tol Jagorawi tidak mungkin lagi menggunakan sistem GT Miring yang mewajibkannya untuk dibongkar. Tapi, berkat inovasi ini lah yang menghemat waktu kita bayar tol di beberapa gerbang tol lainnya. Bahkan dulu saat Sistem GT Miring ini diadopsi untuk pertama kalinya, mungkin gapernah kepikiran tuh kalo beberapa GT lainnya akan mengikuti ini.

Yang ingin saya sampaikan di tulisan soal GT Miring ini berkaitan tentang kekuatan inovasi sebenarnya. Kita tidak pernah tau apakah suatu inovasi ini akan berhasil atau akan gagal. Namun, satu hal yang dapat dipastikan adalah, saat kita berinovasi untuk menjawab permasalahan atau membawa kebermanfaatan dapat menandakan bahwa kita sedang belajar dan men-challenge diri kita untuk berbuat lebih baik. Inovasi pasti dilakukan untuk menjadikan sesuatu lebih baik. Mungkin di bagian ini gagal, tapi mungkin di lain kesempatan inovasi ini bisa berhasil. Persis sama seperti apa yang dilakukan Jasa Marga.

Sepertinya sekian dari renungan saya soal Gerbang Tol Miring Jagorawi. Bahkan dari Gerbang Tol saja, saya bisa belajar soal Inovasi. Ada yang kepikiran sama seperti apa yang saya pikirkan? Silahkan komentar ya!!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline