Baru baru ini publik dihebohkan dengan adanya kasus bullying yang dilakukan oleh sekelompok siswa Binus School Serpong.
Pemberitaan mengenai kasus tersebut cepat naik ke permukaan lantaran sang pelaku merupakan anak dari sejumlah public figure.
Perlu menjadi catatan bahwa artikel ini tidak sedang mencoba menyudutkan institusi tertentu ataupun peserta didik yang menjadi pelaku.
Melainkan artikel ini mencoba memberikan perspektif mengenai hal yang bisa dilakukan oleh guru sebagai pendidik untuk mengantisipasi tindakan serupa yang dilakukan oleh peserta didik yang mereka ajar.
Bullying merupakan masalah serius yang kasusnya tidak pernah surut di tanah air. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Data Books Katadata kasus bullying yang terjadi di Sekolah sepanjang tahun 2023 lalu, yaitu sebanyak 30 kasus.
Sebanyak 80% kasus tersebut terjadi di sekolah yang dinaungi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, dan 20% lainnya terjadi di sekolah yang dinaungi oleh Kementerian Agama.
Selain itu, jumlah kasus bullying itu mengalami peningkatan dari periode sebelumnya (2022) yang mencatatkan angka, yaitu sebanyak 21 kasus.
Perilaku bullying yang terjadi di sekolah dapat mengganggu ketenangan peserta didik dalam belajar. Oleh sebab itu, perlu ada upaya yang dilakukan guru untuk menciptakan suasana belajar yang aman, inklusif dan jauh dari perilaku bullying di sekolah.
1. Menanamkan Rasa Empati Pada Peserta Didik
Sebagai seorang pendidik yang berhubungan langsung dengan peserta didik di sekolah, guru perlu menamkan rasa empati.
Rasa empati perlu ditonjolkan agar peserta didik memahami bahwa setiap orang memiliki perasaan sehingga penting bagi mereka untik menjaga tutur kata, tindakan, dan perilaku agresif karena bisa saja melukai perasaan teman sebaya.