Lihat ke Halaman Asli

Riba Dalam Pandangan Al-Maqasid Asy-Syariah

Diperbarui: 12 April 2023   23:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Riba diharamkan berlandaskan kepada Al-qur'an, As-Sunnah serta Ijma. Menurut syeikh wahbah Az-Zuhaili didalam tafsirnya bahwa pengharaman riba didalam al-qur'an secara bertahap. Periode pertama turun surat Ar-Rum ayat 39, surat ini termasuk surat makkiyah dan menjadi muqoddimah kaitan diharamkan riba dan pentingnya menjauhi riba. Kemudian turun surat An-Nisa ayat 160-161, surat ini termasuk madaniyah yang menjelaskan tentag peringatan bagi prilaku riba. 

Dalam ayat tersebut menjelaskan tentang prilaku yahudi yang terbiasa memakan riba dan mendapatkan hukuman dari Allah. Kemudian diturunkan surat Ali Imran ayat 130, pada ayat tersebut mengharamkan riba qardh yang berlipat ganda atau riba jahiliyah. Kemudian turun surat Al-Baqarah ayat 278-279, pada ayat tersebut diharamkan semua jenis riba.

Di dalam As-Sunnah sangat banyak hadist yang menyebutkan tentang ancaman dan bahaya riba, diantaranya: hadist Jabir ra beliau berkata: Rasulullah saw melaknat pemakan riba, yang memberi riba, dua orang saksi dan yang menulis. Beliau bersabda: mereka semua sama. (HR. Muslim). Kemudian hadist Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Jauhilah oleh kalian tujuh hal yang mencelakakan (diantaranya)…makan riba." (HR. Bukhori dan Muslim). Adapun Ijma, para ulama sepakat bahwa riba diharamkan. Imam al-Mawardi mengatakan bahwasanya riba tidak pernah dihalalkan pada syariat apa pun.

Keadilan dan kesetaraan merupakan tujuan akhir dalam sisten keuangan islam. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka diharamkan riba dan dihalalkan jual beli. Penjelasan tersebut sebagaimana termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 275-280. Dalam ayat ayat tersebut secara jelas menolak anggapan bahwa riba itu seperti jual beli. 

Dalam kenyataanya manfaat dari riba hanya dirasakan oleh satu pihak saja sedangkan manfaat dari jual beli dirasakan oleh kedua belah pihak. Dengan meninggalkan riba maka kita tidak melakukan kezaliman atau ketidakadilan atas orang lain dan meciptakankan keadilan dalam ekonomi.

Tujuan dari al-maqasid al-ashliyah (Primer) dalam al-maqasid asy-syariah adalah keadilan sedangkan tujuan al-maqasid at-taba‟iyyah (pelengkap) adalah mewujudkan keadilan dalam pertukaran antara satu komoditi dengan komoditi lainnya yang sejenis (riba fadhl), serta keadilan dalam usaha yang mana hasilnya dapat untung bisa rugi (riba qardh), termasuk dalam peredaran uang yang fungsi asalnya sebagai alat tukar dalam pertukaran barang dan jasa bukan menjadi komoditi yang dapat menghasilkan uang ketika diperjualbelikan (dalam riba nasi‟ah). Oleh karena itu kemaslahatan dalam pelarangan riba membawa keadilam bagi sistem ekonomi syariah. Tujuan umumnya demi mendatangkan mashlahat dan menghindari mafsadat.

Islam telah melarang dan mengharamkan riba dengan berbagai macam madharat yang melekat padanya. Seperti dalam sebelumnya bahwa al-maqasid asy-syariah dibalik pelarangan riba didasarkan pada 4 hal: 1. Agar terhindar dari kezaliman dalam bermuamalah 2. Mengembalikan fungsi uang kepada asalnya yaitu sebagai alat tukar dalam perputaran barang dan jasa. 3. Agar motif pinjaman tidak berubah dari akad tabarru‟ (kebajikan) menjadi akad muawadhah (pertukaran), dan 4. Mencegah kezaliman yang dilakukan oleh para pemberi pinjaman kepada peminjam. Ini semua dalam rangka menjaga lima prinsip umum (al-kulliyat alkhomsah). 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline