Dalam menyongsong tahun 2024, sorotan terhadap dunia politik semakin meningkat. Pertanyaan yang muncul pun tak lain adalah, apakah kita hanya tertarik politik, ataukah politik benar-benar memiliki daya tarik yang luar biasa di tahun ini? Sambutlah perjalanan kita untuk menjelajahi dinamika politik tahun 2024, di mana keputusan besar dan perubahan mendasar sedang menanti untuk kita telaah dan renungkan bersama.
Pembahasan politik dekat-dekat ini adalah menjadi salah satu trending topik yang membuat para masyarakat di seluruh kalangan membicarakan hal itu, yang notabenya ada beberapa golongan dari mereka benar-benar memahami isu tersebut, ada yang mengetahuinya hanya sampai setengah jalan, hingga dari kalangan sekelompok orang yang bukan sama sekali pengamat atupun sebatas mendengar hal tersebut secara sekilas dari mulut ke mulut atau bahkan hanya melihatnya dari ulasan video dari berbagai platform atau sejenis aplikasi yang tersedia di hadapanya dengan durasi hitungan detik. Perkara seperti ini bukanlah menjadi sebuah kebanggan semata ataupun penyesalan untuk para warga Indonesia, karena sabab timbulnya fenomena ini dapat ditinjau dari berbabagi aspek dan sisi yang bermacam-macam, sehingga dapat memberikan output berbeda-beda kepada objek yang dituju.
Dari kata politik sendiri juga akan ada sebuah pembahasan dalam ilmu filsafat politik yang dinamakan politik ideal, yakni adalah sebuah teori yang memberikan struktur secara optimal bagi masyarakat berdasarkan asumsi ideal dan teori normatif. Hal itu timbul dari asumsi bahwa warga negara sepenuhnya patuh pada negara yang memiliki kondisi sosial yang menguntungkan, sehingga menjadikannya tidak realistis. Perlu diketahui bahwasanya yang namanya politik ideal secara teori itu tidaklah memberikan solusi kepada para penganutnya tetapi politik jenis itu hanya memberikan sebuah panduan perbaikan berdasarkan apa yang seharusnya terlihat secara normatif dalam masyarakat. Ini adalah sebuah hal ataupun teori mendasar dalam ilmu perpolitikan yang seharusnya diketahui oleh orang-orang yang ingin membicarakan hal tersebut agar dapat terarah serta terstruktur dalam sebuah diskusi politik itu sendiri. Karena dari situ akan timbul sebuah pertanyaan kepada benak seseorang "apakah negara kita mengaplikasikan politik ideal atau non ideal?, yang hingga akan tersambung dengan sebuah pertanyaan "negara kita itu menganut politik idiologis atau pragmatis?, pertanyaan-pertanyaan dasar inilah yang seharusnya kita renungkan agar tidak membuat bingung para masyarakat di luaran sana.
Berguncangnya dunia politik tahun 2024 ini di hidangkan dengan adanya pesta demokrasi terbesar di tanah air indonenesia yang menggelontorkan tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden. Awal mula hebohnya pesta demokrasi ini yakni dengan terjadinya banyak kontroversi, kejutan dan ketegangan yang menjadi sorotan tajam bagi warga masyarakat, sehingga menciptakan dimensi lain yang berbeda di panggung dunia politik.
Banyal hal yang menjadikan politik tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya di awali dari hal yang sangat tersorot oleh dunia publik yaitu dengan keikutsertaan putra bungsu dari presiden RI ke-7, yang awal mulanya hal itu dipandang mustahil untuk mengikuti ajang pesta demokrasi dengan duduk di bangku wapres hingga menghasilkan suatu putusan yang menarik dan menggemparkan para pengamat politik. Keputusan tersebut tak lain adalah mengratifikasi perubahan pada Undang-Undang Nomor Tahun 2023 tentang Pemilihan Umum, yang signifikan menurunkan ambang usia minimal untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden dan wakil presiden. Awalnya ditetapkan pada usia 30 tahun, kini ambang usia tersebut telah dicatat lebih rendah, yakni 25 tahun, membuka peluang bagi partisipasi pemimpin muda dalam kancah persaingan politik puncak. Hal ini tentu saja menimbulakan pro dan kontra dalam wacana moralitas dan akuntabilitas publik.
Banyak dari para penegak hukum, politisi, dan aktivis telah mengkritisi keputusan tersebut dengan berbagai cara yang mereka tempuh, mulai dari menyampaikan pandangan melalui platform media sosial, berpartisipasi dalam persidangan, hingga melibatkan diri dalam demonstrasi di sepanjang jalan menuju gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengguncang dunia politik Indonesia yaitu terkait Pasal 169 huruf q UU Nomor Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal ini mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), yang semula 40 tahun, berubah menjadi 30 tahun.
Sidang pengucapan putusan yang berlangsung di Gedung MK, Jakarta, menjadi sorotan utama. Almas Tsaqibbirru Re A, seorang mahasiswa, menjadi pemohon dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Ia, didukung oleh Partai Garuda, PSI, dan tiga kepala daerah, mengajukan perubahan batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Insiden ini pun dipandang oleh beberapa sebagian besar masyarakat sebagai runtuhnya ideologi demokrasi di negara Indonesia. Dengan melihat Keputusan yang dinilai bukan hal biasa dan mucul secara begitu saja, yang kemudian mereka berpikiran dengan adanya kaitan hubungan keluarga antara presiden Jokowi dodo dengan adik iparnya sebagai Ketua MK, Anwar Usman yang berujung meloloskan keponakannya Gibran Rakabuming Raka. Seperti halnya salah satu pengakuan dari Hakim MK Saldi Isra mengenai beberapa putusan beberapa putusan permohonan terkait Batasan usia capres-cawapres pada senin (16/10/2023) bahwa dirinya mengaku bingung karena putusan MK dinilai berubah-ubah dalam waktu singkat,yang berujung pada diperbolehkanya kepala daerah maju dalam kontestasi pilpres meski belum berusia 40 tahun.
Disamping itu Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demookrasi (LMND) terkait adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah suatu hal yang biasa saja dan sah-sah saja Ketika terjadi adanya pro dan kontra dan ini akan fokus mendorong permasalahan Pendidikan pada periode mendatang. Ketua Umum LMND menyebut adanya pro dan kontra ini adalah riak-riak politik. Baginya yang terpenting adalah bagamaimana pandangan masyarakat untuk menentukan pilihanya di Pemilu 2024, yang dapat membawa Indonesia ke generasi emas 2045 dan bersaing di kancah Internasional. Dari juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pun berpendapat, permohonan uji materi batas usia oleh partai tersebut bukan semata-mata demi kepentingan Gibran Rakabuming Raka, melainkan juga demi hak konstitusional 21juta generassi muda yang memiliki hak asasi manusia sempat terpinggirkan akibat perubahan batas usia minimal 35 tahun menjadi 40 tahun dalam pemilu 2017.
- Politik Identitas