Lihat ke Halaman Asli

Cerita Lain Bentrokan Berdarah dengan Aliran Garis Keras

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12973956072127121379

Siaapun tahu di daerah itu, Supri adalah seorang tokoh aliran garis keras di daerah itu. Berbagai paham yang terkesan ekstrim dan sangat menyimpang ia kemukakan. Saking garis kerasnya sampai-sampai lebih tepat jika yang ia ajarkan adalah paham yang aneh. Katakan saja sederhana, Anti pancasila, anti pemerintah, waktu 17-an tak mengibarkan merah putih, bahkan sekedar KTP pun ia tak mau punya gara2 ada logo garuda pancasila didalamnya. Tak sekedar garis keras, Supri juga seorang yang idealis. Tak heran dia menjadi tokoh didaerahnya. Tapi tentu hanya tokoh di kalangan pahamnya saja karena masyarakat sekitar tak bisa menerima pahamnya. Tapi bagaimanapun juga apa yang diajarkan Supri memang berbeda terlalu jauh untuk dikatakan sebagai bagian dari paham asli mayoritas warga setempat. Ah, tentu saja wajar karena memang ada pokok2 yang bertentangan dengan paham nasional mayoritas daerah itu. Meski tak ada kegiatan fisik, namun ideologis yang diajarkan Supri lebih mirip dikatakan ideologi teroris. Bagaimana tidak, begitu mudah baginya orang lain dikafirkan, halal darahnya, dibolehkan diambil hartanya dsb. Pada awalnya masyarakat tak terlalu kontra, namun makin dibiarkan, ternyata makin menjadi-jadi. Supri dan aliran garis kerasnya makin dirasa kelewatan. Tak tahan, massa pun memperingatkan. Alih-alih mengikuti masyarakat, Supri memilih melawan mempertahankan keyakinannya. Apa yang diperingatkan dan diminta warga tak digubris sama sekali. Baginya ini adalah "perang suci". Diingatkan warga baik-baik malah disepelekan, masyarakat mana yang tahan. Kali ini cara yang lebih keras ditempuh, Supri cs diultimatum untuk berhenti. Kali ini untuk memberi efek penekanan lebih, massa dikumpulkan. Karena Supri cs meresahkan tak hanya warga sekitar, tapi sampai kampung2 sebelah hingga yang rada berjauhan pun kena imbasnya maka massa dari daerah lain pun berdatangan, ikut mendukung warga daerah Supri cs. Ah, miris, massa pun semakin marah. Kali ini mereka mengkoordinir diri. Untuk menghindari terjadinya penyusupan oleh provokator2 (karena tahu di daerah lain pernah banyak provokator yang ujung2nya merugikan) massa menggunakan dresscode tertentu. Tapi supri justru makin melawan. Baginya paham yang ia anut -meski minoritas- itu adalah paham yang paling lurus yang membawanya ke syurga. Mendapat tekanan makin intens, sekelompok orang sealiran Supri Cs dari luar daerah pun ikut datang. Ingin mempertahankan hak-hak 'saudara sperjuangannya", begitu maksud sebenarnya. Namun massa setempat justru menganggap hal tersebut sebagai provokasi. Hari itu, berakhir dengan bentrokan antara Massa Masyarakat dan kelompok garis keras Supri cs. Bentrokan berdarah yang mengakibatkan 3 orang dari kelompok garis keras Supri cs tewas. Polisi tak banyak bertindak karena dari awal sudah kalah jumlah. Esoknya sederet harian surat kabar nasional memberitakan "MASYARAKAT MENINDAK ALIRAN TERORIS, 3 PENGIKUT TERORIS TEWAS" Dalam hari-hari berikutnya sekian banyak tokoh ikut bicara, sekian jumpa pers digelar pentingnya untuk menggalakkan gerakan massa untuk menanggulangi aliran-aliran garis keras. Sampai-sampai gubernur ibukota ikut memberikan komentar untuk segera membentuk badan2 swadaya masyarakat anti aliran garis keras. Kolong Ironisia 2011 terinspirasi dari kejadian nyata yang baru-baru saja terjadi, yang diselewengkan dan dimodif untuk maksud-maksud tertentu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline