Lihat ke Halaman Asli

Rahasia Becky

Diperbarui: 29 November 2020   22:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : https://www.123rf.com/photo_138274452_stock-vector-sad-girl-one-line-drawing-minimalism-design-vector-illustration-continuous-hand-drawn-of-w

Mangkuk soto yang dipegang Alexa bergoyang-goyang di tangannya. Di tengah ramai dan padatnya kantin Alexa berusaha keras untuk tetap fokus membawa mangkuk berisi kuah kuning panas itu ke kursi tempat ia akan makan, bila ia salah bergerak satu langkah saja pastilah ia akan apes tersiram panasnya soto itu. Nasib berkata lain, sebelum Alexa dapat duduk di meja kantin dengan tenang segerombolan perempuan datang kearahnya. Satu dari mereka, Becky, dengan sengaja menyenggol bahu Alexa  dengan keras alhasil kuah soto itu tumpah ke tangannya dan cipratannya kekuningan itu mengotori seragam putih dan roknya. “Becky, apaan sih?” Hardik Alexa kesal. Becky memang sering buat ulah ke orang-orang. Alexa tidak lagi kaget, tapi ia tetap kesal bila menjadi target keusilan Becky dan gengnya. “Ups, maaf, ga sengaja!” Seru Becky dengan nada sarkastik. Jelas maksudnya sengaja. “Keterlaluan.” Alexa memutar bola matanya dan duduk di kursi kantin sementara Becky pergi menjauh dengan tawa cekikikan. “Biarin aja Xa, emang kebiasaan.” Salah satu teman Alexa membelai bahu Alexa. Alexa mengangguk, ia tahu.

Becky adalah anak dari guru Fisika di sekolah mereka ini, aneh, harusnya ia menjadi teladan tapi ia malah terkenal karena suka membuat ulah. Bukan hanya Alexa saja korban keusilan Becky, tapi perempuan-perempuan lainnya juga banyak. Apalagi mereka yang dikenal ‘culun’ dan ‘pintar’. Padahal Becky adalah anak dari guru Fisika di sekolah mereka yang terkenal killer, tapi ia malah menjadi anak yang pemalas dan suka bolos.

Hari ini Alexa memilih untuk pulang menggunakan transportasi umum. Kebetulan tidak ada yang dapat menjemputnya hari ini, jadi ia harus pulang sendiri. Alexa juga tidak masalah, jarak sekolah dan rumahnya tidak begitu jauh. Namun, sisa uang yang ada di tangan Alexa sekarang hanya cukup untuk sekali perjalanan jadi ia benar-benar harus hemat dan tidak jajan lagi di jalan pulang nanti. Angin bertiup kencang siang itu, selembar uang yang bertengger di kantung Alexa mulai bergerak-gerak seperti hendak keluar. Benar saja, akhirnya selembara itu terbang dan jatuh ke aspal. Naas, tidak hanya jauh tapi uang Alexa terseret sejauh dua meter kearah sepatu seseorang. Alexa mengangkat kepalanya, ah tidak, dia adalah Becky.

“Becky, tolong itu uang untuk aku pulang.” Alexa memohon, kini uang yang bernilai tidak besar itu menjadi harta Alexa paling berharga. Becky hanya tersenyum miring lalu mengambil uang Alexa dari aspal. “Ini?” Becky menyodorkan lembaran itu ke Alexa. Alexa hampir tersenyum lega, ia mengira Becky akan mengembalikan ongkos pulang yang berharga itu. Tentu saja itu akan terjadi kalau ia bukan Becky. Becky malah tersenyum makin lebar lalu meremas selembaran itu dan membuangnya ke got di samping jalan. Muka Alexa memerah, “Becky! Itu uang untuk aku pulang!” Ia berseru. Becky cuma tersenyum simpul lalu melengos, “Ya jalan aja. Rumah kamu kan deket.”

Sepanjang jalan Alexa mengutuk Becky mati-matian. Memang rumahnya dekat, tapi hari ini ia membawa banyak buku dan juga baju olahraga. Pundaknya terasa berat dan ia sudah lelah sekali. Alexa juga mengutuk dirinya sendiri kenapa lupa membawa dompet sehingga tidak ada uang serep yang bisa ia gunakan. Hari itu menjadi puncak kekesalan Alexa terhadap Becky, memang uang itu tidak bernilai besar tapi melihat Becky dengan mudahnya membuang uang itu ke selokan membuat Alexa muak. Ketidaksopanan Becky sudah mencapai titik maksimal. Ternyata keapesan Alexa tidak sampai situ saja, hujan tiba-tiba turun. Langit memang mendung daritadi tapi Alexa tidak mengira hujan akan langsung turun sebegini derasnya. Ditengah bunyi rintik hujan dan petir Alexa berteriak frustasi.

“Loh, kamu kenapa?” ibu Alexa bertanya ketika melihat anaknya masuk rumah dengan muka merah padam dan basah kuyup. Buru-buru ibunya mengambilkan handuk dan menyuruh Alexa mandi. Sehabis bersih-bersih dan menenangkan diri Alexa menuju ke ruang TV untuk mengobrol bersama ibunya. “Itu lho, Bu. Tadi kan aku lagi mau makan soto terus si Becky malah numpahin soto aku kena baju sama rok. Tadi siang juga pas mau pulang dia malah buang duit aku ke sekolan. Aku kan kesel. Mana dia tu anak guru Fisika aku tahu.” Alexa bertutur. Ibunya mengangguk-angguk mendengar cerita Alexa sebelum akhirnya menanggapi, “Loh? Kok teman kamu gitu? Ada yang memancing dia gitu ga?”

Alexa menggeleng tidak tahu, “Ya tapi dia tetep aja ngeselin suka bikin ulah terus ke semua orang.” Katanya sambil melipat tangan di dada. Ibunya membelai rambut Alexa, “Coba kamu ajak ngomong. Kamu ngomel coba ke dia. Mungkin karena gaada yang bilang ke dia itu salah jadi dia terus-terus an gitu. Atau dia merasa ibunya guru jadi dia semena-mena di sekolah.” Ibunya menasehati. Alexa hanya mengangguk pelan.

Beruntungnya, besoknya Becky tidak menganggu Alexa lagi. Namun, ia tetap menganggu anak-anak lain. Alexa teringat dengan nasehat ibunya, apa iya harus berbicara ke Becky? Ide itu tidak terdengar begitu buruk tapi ia malas berkompromi dengan orang macam Becky yang keras kepala. Walau begitu sejujurnya Alexa penasaran akan reaksi Becky bila ia ajak bicara, jadi saat istirahat Alexa memutuskan untuk mencari Becky. Ketika ia melihat Becky di sudut koridor Alexa bersiap untuk berseru tapi ia malah melihat Becky berlari kearah lain, seperti terburu-buru, jadi Alexa mengikuti Becky.  

Alexa merasa agak aneh menguntit Becky seperti ini tapi setiap ia ingin menyerukan nama Becky ia tampak kalang kabut dan firasat Alexa mengatakan ia harus mengikuti Becky. Akhirnya, Becky berhenti tepat di sebuah lorong sepi di sebelah ruang guru. Lorong itu hanya berisi gudang-gudang peralatan jadi tempatnya gelap sekali. Tiba-tiba Alexa melihat Bu Nia, guru Fisika dan ibunya Becky, jadi Alexa langsung bersembunyi di balik lemari piala. Alexa tidak bisa mendengar seluruh percakapan becky dan ibunya namun dari nada yang dikeluarkan oleh ibunya tampaknya itu bukan percakapan yang biasa-biasa saja. Ketika Alexa berusaha mengintip dari balik lemari ia hampir terpekik kaget karena melihat Bu Nia menampar Becky dengan keras hingga Becky merintih tertahan, tidak hanya itu saja tapi ibunya juga mendorong Becky dengan kasar hingga ia terjungkal. “Jangan minta-minta ke Bapak lagi! Dasar anak kurang ajar ya kamu. Gaada bersyukurnya sama orang tua!” Seru ibu Becky sebelum keluar dari lorong itu. Alexa cepat-cepat bersembunyi kembali di balik lemari.

Selama lima menit ia melihat Becky terjongkok dan menangis di lorong kosong, Alexa merasa sangat terdorong untuk menghampiri Becky tapi ia takut dikira ikut campur. Pada akhirnya Alexa pun menghampiri Becky yang sedang menghapus air matanya. “Becky…?” Panggil Alexa. Becky sedikit kaget mendengar suara Alexa sehingga ia dengan cepat mengusap wajahnya dan berdiri, wajahnya ia pasang seangkuh mungkin seperti biasa. Alexa sekarang mengerti, memang benar kata ibunya, kadang tidak semua orang seperti yang ia kira. “Maaf aku ga bermaksud ikut campur, tapi aku kebetulan lihat dan aku gak bisa untuk diam aja. Kamu… gak baik-baik aja ya?” Tanya Alexa sepelan mungkin, takut menyinggung Becky. Becky terdiam sebentar mendengar pertanyaan Alexa lalu ia kembali jatuh terduduk dan kembali menangis, Alexa segera duduk di samping Becky dan memeluknya. “Kalau kamu butuh bantuan aku bakal bantu. Kamu ngomong aja sama aku ya.” Alexa berkata. Becky mengangguk pelan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline