Lihat ke Halaman Asli

Menengok Peninggalan Sejarah dan Keindahan Salatiga

Diperbarui: 12 Oktober 2022   22:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salatiga merupakan salah satu kota yang terletak di kabupaten Semarang, provinsi Jawa Tengah, yang merupakan penghubung antara Kota Semarang dan Kota Surakarta.  Kota Salatiga yang mendapat julukan De Schoonste Stad van Midden-Java (Kota Terindah di Jawa Tengah), ternyata menyimpan banyak peninggalan sejarah Indonesia. 

Walaupun Salatiga bukanlah kota yang baru bagi saya, Salatiga selalu menjadi tempat perhentian bagi saya ketika saya ingin pergi daerah Surakarta dan sekitarnya, dan sekarang Kota Salatiga menjadi tempat saya tinggal dan berkuliah. Untuk itu saya ingin menuliskan peninggalan-peninggalan sejarah di Kota Salatiga yang saya ketahui, dan tentunya ada beberapa yang sudah pernah saya kunjungi. 

Untuk menambahkan informasi dan mudah-mudahan semakin banyak peminat yang datang untuk mengunjunginya, sehingga Kota Salatiga dapat memberikan kesan baik untuk semua bangsa Indonesia.

Salatiga yang berjuluk kota terindah di Jawa Tengah ini, memang memiliki objek wisata sejarah dan alamnya, mulai dari Sumber Air Senjoyo yang letaknya berada di desa yang ada di ujung Kota Salatiga, sampai objek wisata sejarah yang berkaitan dengan sejarah perkembangan Kota Salatiga sebelum masa kemerdekaan Indonesia. 

Pada masa kolonial, Kota Salatiga dibangun Pemerintah Belanda untuk pemukiman orang Eropa karena lokasinya berada di antara Semarang dan Solo. Oleh sebab itu, tak heran jika Kota Salatiga menyimpan banyak sejarah di dalamnya.

Dimulai dari sejarah Prasasti Plumpungan atau Prasasti Hampran yang merupakan objek kepurbakalaan berupa batu bertuliskan. Prasasti Plumpungan ini berada di Dukuh Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah tepatnya berada di Museum Salatiga. 

Prasasti berumur 750 tahun Masehi (672 Syaka) ini dipercaya sebagai cikal bakal terbentuknya Kota Salatiga. Isi dari Prasasti Plumpungan ini ditulis dalam bahasa Sanskerta, menggunakan aksara Jawa Kuno, isinya bertuliskan sebagai berikut " (rr astu svasti prajbhya)" yang memiliki terjemahan "Semoga bahagia, selamatlah rakyat sekalian!". 

Menurut sejarah, Prasasti Plumpungan ini merupakan bentuk penghargaan yang diberikan Raja Bernama Bhanu, karena benar-benar berjasa kepada pemerintahan raja, yang akhirnya menjadikan Kota Salatiga sebagai tanah perdikan (daerah bebas pajak).

Destinasi berikutnya adalah Pendapa Pakuwon yang terletak di selatan Lapangan Pancasila, tepatnya berada di Jalan Brigjen Sudiarto. Sekilas saat melihat bangunan tua tak terawat tersebut mungkin orang akan hanya melihatnya sebagai bangunan sisa zaman Belanda. 

Memang tidak ada salahnya untuk menganggapnya begitu, namun sebenarnya bangunan tersebut merupakan saksi bisu penandatanganan perjanjian Salatiga antara Pangeran Sambernyowo alias Raden Mas Said dengan pemerintah Kolonial Belanda pada 17 Maret 1757 silam. 

Adapun isi dari perjanjian tersebut antara lain adalah perjanjian untuk memisahkan Surakarta menjadi dua bagian, yakni Kasunanan dan Mangkunegara. Perjanjian tersebut dilakukan sebagai bentuk penyelesaian masalah perebutan kekuasaaan yang mengakhiri Kesultanan Mataram. Menurut sejarah, Pendapa Pakuwon pernah menjadi kediaman Bupati Salatiga disebut Akuwu pada masa kerajaan Mataram. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline