Dewan Keamanan PBB mengecam keras peluncuran rudal balistik antarbenua yang dilakukan Korea Utara pada 18 Desember 2023. Peluncuran tersebut dinilai sebagai eskalasi serius yang mengancam stabilitas kawasan, apalagi rudal tersebut mencapai ketinggian 1.000 kilometer sebelum jatuh ke perairan internasional. Kekhawatiran semakin mendalam ketika Menurut Dewan Keamanan PBB, Korea Utara sebelumnya juga telah berhasil menguji mesin rudal balistik jarak menengah baru, sehingga menambah dimensi baru pada potensi ancaman nuklir. Peristiwa tersebut menarik perhatian dunia karena memicu puncak ketegangan militer di Semenanjung Korea akibat provokasi yang dilakukan oleh Korea Utara. Langkah tersebut tentu menimbulkan kekhawatiran global, dengan reaksi keras dari negara tetangga Korea Selatan dan Jepang yang segera meningkatkan persiapan militer.
Ancaman nuklir di Semenanjung Korea tidak hanya menjadi isu di Asia Timur, tetapi juga berdampak pada dunia, termasuk Asia Tenggara. Meningkatnya ketegangan dan potensi pecahnya konflik bersenjata dapat melemahkan landasan keamanan dan perdamaian internasional. Dalam konteks ini, negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, tidak bisa tinggal diam. Stabilitas kawasan bergantung pada bagaimana negara-negara tersebut merespons ancaman dari kawasan lain. Oleh karena itu, langkah-langkah diplomasi yang bijaksana dan efektif menjadi semakin penting. Upaya-upaya ini tentu ditujukan untuk membendung eskalasi.
Ancaman nuklir Korea Utara tentu terus menimbulkan kekhawatiran signifikan terhadap keamanan regional dan internasional, termasuk kekhawatiran akan keamanan warga negara Indonesia yang berada di negara-negara semenanjung Korea. Menurut KPU, berdasarkan data agregat WNI yang tercatat di perwakilan RI, terdapat sekitar 37.000 WNI yang berada di Seoul, Korea Selatan. Sementara, di Korea Utara hampir tidak ada WNI yang menetap disana, kecuali untuk kunjungan diplomatik dan kunjungan resmi lainnya. Jumlah tersebut tidaklah sedikit, sehingga pemerintah Indonesia harus mulai memikirkan upaya perlindungan WNI jika terdapat eskalasi perlombaan senjata nuklir yang dapat menyebabkan perang nuklir itu sendiri.
Memanfaatkan Kebijakan Luar Negeri yang “Bebas Aktif”
Kebijakan luar negeri Indonesia yang “bebas aktif” berperan penting dalam menentukan sikap Indonesia terhadap isu ini. Prinsip “bebas” berarti Indonesia tidak memihak pada kekuatan atau blok tertentu dalam perselisihan internasional, dan prinsip “aktif” berarti Indonesia mengupayakan partisipasi konstruktif dalam mencari solusi damai.
Dalam konteks ancaman nuklir di Semenanjung Korea, meski Indonesia bersikap netral, namun Indonesia tetap berkomitmen untuk mendukung stabilitas dan keamanan regional dan global. Indonesia secara konsisten mendukung denuklirisasi Semenanjung Korea dan mendorong dialog antar pihak terkait, termasuk Korea Utara dan Korea Selatan. Kebijakan luar negeri Indonesia yang “bebas aktif” dapat digunakan dengan baik sebagai strategi untuk meredam isu ancaman nuklir di Semenanjung Korea. Ketidakberpihakan Indonesia dapat meningkatkan rasa kepercayaan Korea Utara dan Korea Selatan terhadap Indonesia, dan sangat memungkinkan bahwa kerugian yang dapat ditimbulkan dari adanya eskalasi nuklir telah memberikan ancaman terhadap WNI yang berada di kedua negara tersebut akan memberikan dampak secara langsung terhadap hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Korea Utara maupun Korea Selatan.
Dalam artian, kebijakan “bebas aktif” yang dimiliki Indonesia dan sikap ketidakberpihakan Indonesia tentu dapat menjadi bahan pertimbangan antara Korea Utara dan Korea Selatan mengenai dampak yang akan diberikan jika eskalasi nuklir terjadi. Indonesia dapat menjadikan ini sebagai momentum untuk memainkan peran mediatornya melalui diplomasi dengan baik. Ini juga dapat dilakukan Indonesia melalui ASEAN. sebagai pemeran utama dalam ASEAN, Indonesia tentu dapat mendorong ASEAN untuk mengemban peran lebih aktif dalam mediasi dan diplomasi antar kawasan. Daripada hanya mengandalkan aliansi tradisional dan pendekatan bilateral, hal ini mencakup upaya untuk membentuk forum dialog multilateral yang melibatkan semua pihak, termasuk Korea Utara, untuk memperkuat rasa saling pengertian dan membangun kepercayaan.
Dampak dari adanya eskalasi konflik terhadap negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dapat menimbulkan ancaman serius terhadap keamanan nasional maupun regional. Eskalasi konflik tentu dapat mempengaruhi arus perdagangan, perekonomian dan stabilitas politik regional hingga global. Ketidakstabilan dapat mengurangi arus investasi asing, menghambat pertumbuhan ekonomi dan menciptakan ketidakpastian di pasar regional.
Langkah Diplomatik Indonesia Dalam Perlindungan WNI di Semenanjung Korea
Meski belum ada upaya signifikan pemerintah Indonesia dalam rangka perlindungan WNI di Semenanjung Korea dari ancaman nuklir, ada beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah untuk segera mempertimbangkan kembali upaya perlindungan WNI di Semenanjung Korea. Salah satu fondasi pertama yang perlu pemerintah Indonesia bangun adalah hubungan diplomasi yang baik dengan negara-negara bersangkutan. Modal utama Indonesia sebagai negara “bebas aktif” adalah membangun hubungan bilateral maupun multilateral untuk mencapai hal yang baik, seperti perdamaian. Dalam kasus ancaman nuklir di Semenanjung Korea, Indonesia seharusnya dapat dengan mudah mengambil langkah diplomatik dengan negara-negara yang bersangkutan terutama Korea Utara dan Korea Selatan.