Revisi Undang-Undang Penyiaran yang sedang dibahas oleh pemerintah Indonesia saat ini telah memicu kontroversi di kalangan masyarakat dan media. Pasal 50B Ayat 2 butir C dalam draf RUU menyatakan larangan penayangan eksklusif konten investigasi jurnalistik, yang dianggap sebagai langkah untuk mengendalikan media. Selain itu, kreator konten juga harus verifikasi konten ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang menambah beban bagi mereka. Pasal 50B Ayat 2 butir C dalam draf RUU menyatakan larangan penayangan eksklusif konten investigasi jurnalistik. Pasal ini dianggap sebagai langkah untuk mengendalikan media dan mengancam kebebasan pers. Selain itu, kreator konten juga harus verifikasi konten ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang menambah beban bagi mereka. Kontroversi ini mencerminkan ketegangan antara kebutuhan untuk mengatur penyiaran digital dan hak-hak individu untuk bebas berekspresi.
Kebebasan pers itu sendiri sangatlah penting dalam memperkuat fondasi demokrasi dengan media yang menjaga peran penting dalam mengawasi kebijakan pemerintah (Arsyad & Nadjib, 2011). Revisi UU Penyiaran ini dianggap dapat mengancam kebebasan pers dan kreativitas kreator konten. Masyarakat dan berbagai elemen media merasa bahwa revisi ini dapat mengancam kebebasan pers dan kreativitas kreator konten. Amnesty International Indonesia juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa revisi ini dapat mempengaruhi kebebasan berpendapat dan informasi yang tersedia bagi masyarakat. Revisi UU Penyiaran ini perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman dan tidak boleh mengorbankan kebebasan pers. KPI juga perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap kebebasan berpendapat dan informasi yang tersedia bagi masyarakat.
Revisi Undang-Undang Penyiaran yang sedang dibahas oleh pemerintah Indonesia saat ini menuai kontroversi di kalangan masyarakat dan media. Pasal 50B Ayat 2 butir C dalam draf RUU menyatakan larangan penayangan eksklusif konten investigasi jurnalistik, yang dianggap sebagai langkah untuk mengendalikan media. Selain itu, kreator konten juga harus verifikasi konten ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang menambah beban bagi mereka. Kontroversi ini mencerminkan ketegangan antara kebutuhan untuk mengatur penyiaran digital dan hak-hak individu untuk bebas berekspresi.
Referensi
Arsyad, Rahmad M., & Nadjib, Muhammad (2011). Kebebasan Berpendapat Pada Media Jejaring Sosial (Analisis Wacana Facebook Dari Jejaring Pertemanan Menuju Jejaring Perlawanan). Jurnal Program Magister Hukum, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Komunikasi KAREBA, Vol.1, (No.1), pp.77 83. https://doi.org/10.31947/kjik.v1i1.371.
Hidayat, Rofiq. (2024). Menyoal Larangan Penayangan Ekslusif Karya Jurnalistik dalam RUU Penyiaran. hukumonline.com.https://www.hukumonline.com/berita/a/menyoal-larangan-penayangan-ekslusif-karya-jurnalistik-dalam-ruu-penyiaran-lt664436118ecbd/.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H