Lihat ke Halaman Asli

Nathanael Ricardo Diaz

Feature Writer, Social Dynamic Enthusiast

Wajarkah Jika Pria Tidak Menampilkan Maskulinitas?

Diperbarui: 3 Maret 2020   08:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi | sumber: pexels.com

Memperingati hari nol diskriminasi pada tanggal 1 Maret 2020, saya masih melihat ketidakadilan dan diskriminasi dan perbedaan kesenjangan sosial di Indonesia. Dari segi dinamika sosial, saya ingin mengekspresikan peran gender yang saya rasa "terlalu" menuntut kaum pria untuk mengikuti nilai dan norma yang sudah distandarisasi oleh masyarakat.

Secara konteks perkembangan zaman, Anda dan saya sudah hidup di zaman "modern" dimana norma-norma tradisional sudah mulai tidak dipegang secara total oleh masyarakat di Indonesia.

Tetapi, seiring perjalanan hidup saya berinteraksi dengan berbagai macam jenis orang, saya masih melihat ada individu-individu yang menginginkan emansipasi tetapi masih memegang dan mempercayai nilai-nilai norma masa lampau.

Berikut beberapa contoh nilai-nilai dan stereotip masyarakat yang sering kita jumpai dan dengar:

  • Pria wajib menampilkan sosok dominan seorang pemimpin.
  • Pria wajib membiayai kebutuhan rumah tangga.
  • Pria wajib untuk menunjukkan kejantanannya di depan orang lain.
  • Pria wajib untuk menyembunyikan perasaannya.

Dan saya rasa masih banyak tuntutan-tuntutan lainnya yang sudah ada atau bahkan diciptakan oleh masyarakat itu sendiri. Secara singkat, nilai-nilai yang sudah sering Anda dan saya dengar tersebut menampilkan label seorang "pria" sesungguhnya; seseorang yang maskulin dan dominan.

Menurut beberapa penelitian yang dilakukan di Amerika, label dan tuntutan maskulinitas yang dibebankan ke pria meningkatkan persentase kemungkinan stres dan bunuh diri bagi pria.

Secara psikis, pria dan wanita juga mempunyai respon yang berbeda ketika mengalami tekanan. Secara statistik, pria juga ditemukan bunuh diri lebih banyak dari pada wanita. Secara tidak langsung, bukankah ini juga menunjukkan bahwa tuntutan-tuntutan maskulinitas sangat membuat pria merasa lebih dikekang dan ditekan?

Bukan, saya tidak ingin mencoba menggeser hal dan peranan tersebut dari seorang pria. Penekanan saya adalah soal mentalitas dan peran yang terkadang kontra terhadap nilai-nilai konvensional. Tuntutan dan nilai-nilai bahwa pria harus menjadi sosok yang lebih membiayai soal materi ataupun peran-peran lainnya juga sebenarnya sudah tidak berlaku di perkembangan zaman modern ini.

Tolak ukur identitas seorang pria tidak hanya ditampilkan dari apa yang sudah dipercayai atau diyakini nilai-nilai secara tradisi ataupun norma sosial yang berlaku.

Sebuah Individu, terlepas dari jenis kelaminnya, berhak untuk mengekspresikan dirinya sesuai kehendak yang diinginkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline