Lihat ke Halaman Asli

Di Ambang Sore

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini kali kedua dia bisa menyempatkan singgah. Di simpang tiga titian. Di antara rerimbunan pohon bambu. Tujuh senja dia kunantikan. Entah harus berapa senja lagi kulewati hingga dia kembali, nanti. "Kamu hati-hati ya?". Aku mengangguk. Lantas menyerahkan benda dalam bungkusan kain mori usang. Dia membukanya, lalu menatapku heran. "Bapak menemukannya di Bogowonto. Mungkin kepunyaan Belanda. Sudah dibersihkan Bapak. Diolesi minyak kelapa, katanya biar licin". Dia mengokangnya. Lalu mengangguk. Tangannya mengarah hendak membelai rambutku, aku memejamkan mata. Tiba-tiba dia menarik tangannya kembali, aku mendesah. Matahari memerah dan turun perlahan, hendak sembunyi di balik Perbukitan Menoreh. Sore semakin layu saat dia berbalik dan bergegas meninggalkan aku. Aku ingin memeluknya. Tak ingin melepasnya. Namun perjuangan masih belum usai.

*****

Ilustrasi foto "Lost in Blur" oleh Teguh Santosa

Judul dan beberapa kata dalam cerita, terinspirasi lagu "Di Ambang Sore"




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline