Perubahan dan pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin besar serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan berkembangnya teknologi transportasi. Semakin meningkatnya taraf hidup masyarakat, akan berpengaruh pada permintaan sarana transportasi, terutama transportasi darat. Berbagai upaya dilakukan untuk agar akses transportasi darat semakin mudah, seperti pembuatan jalan raya.
Jalan raya adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/air, serta di atas permukaan air, kecuali kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Jalan raya awalnya berfungsi sebagai prasarana transportasi darat jalan yang menghubungkan dari satu kawasan ke kawasan lain.
Namun seiring dengan berjalanya waktu, jalan raya memiliki multifungsi termasuk sebagai penopang perekonomian terutama di wilayah perkotaan. Jalan raya yang dikenal sebagai infrastruktur milik Negara, selain menjadi tempat lalu lalang kendaraan, juga diberdayakan oleh sebagian orang menjadi tempat mata pencarian sehari-hari, mulai dari tingkat ekonomi sulit hingga tingkat ekonomi atas. Banyak perkumpulan anak jalanan, penjual koran, pengamen, tukang parkir, pedagang asongan, angkot, supir taksi yang berjamur disepanjang jalan di perkotaan.
Banyak jalan-jalan yang ada di perkotaan digunakan parkir liar maupun berdagang. Contohnya di Pasar Senen Jakarta yang merupakan sentra perdagangan. Para pedagang di Pasar Senen selalu meluber hingga ke jalan raya. Trotoar pun dipadati oleh para pedagang dan pembeli. Meksipun Satpol PP bolak-balik menggusur, namun tidak pernah ada respon dari pedagang di Pasar Senen. Perebutan akses jalan raya untuk sarana ekonomi dilakukan terus menerus karena setiap individu masyarakat di perkotaan memiliki kebutuhan hidup sehari-hari yang harus dipenuhi.
Namun adanya perebutan ruang jalan raya di kota yang banyak dilakukan oleh kaum miskin dianggap mengganggu aktivitas pengguna jalan lain, sehingga mereka terpaksa tersingkir oleh segenap aksi-aksi represif. Ini merupakan salah satu bias pembangunan ekonomi, bercorak kapitalis yang dijadikan sebagai kiblat dalam tata pengelolaan ekonomi Negara.
Adanya, juga membawa perubahan dari multi sektor, mulai dari pembangunan infrastruktur, pembuatan regulasi kebijakan, dan peraturan yang diharapkan dapat menunjang kelancaran program-program kapitalis. Segala peraturan dan kebijakan didesainhanya untuk kepentingan pasar.Mereka mementingkan segala hal dalam peningkatan pembangunan ekonomi.
Jalan raya, hanyalah salah satu dari infrastruktur Negara yang digunakan untuk mendukung proyek pembangunan ekonomi, sebab perannya dianggap sangat penting untuk memperlancar sirkulasi perputaran kapital oleh perusahaan-perusahan besar, yang tentu dianggap sebagai penyokong pembangunan ekonomi. Bukti lain adalah hadirnya jalan tol sebagai pemisahan jalanan secara ekslusif (privatisasi). Dan tentunya, diharapkan dapat menguntungkan pihak kapitalis itu sendiri.
Sangat disayangkan memang, jika para pedagang maupun pekerja lainya di jalan raya ini di anggap mengganggu aktivitas pengguna kendaraan lain. Lagi-lagi, dengan mengatasnamakan penertiban jalan dan pengamanan, mereka seringkali mendapat tindak represif dari aparat saat beroperasi, sebagai perpanjangan tangan pemerintah yang sebenarnya bertanggung jawab atas kelangsungan hidup warga negaranya sendiri.
Tindakan represif yang dimaksud biasanya dalam bentuk pelarangan, pembubaran, pemberian sanksi berupa penahanan, denda, dan hukuman. Jika kita mengambil perbandingan, salah satu contoh kasus kemacetan jalanan misalnya, aktivitas dari kaum miskin kota atas jalan raya, aksi demonstrasi mahasiswa beserta galang bantuannya yang sering melibatkan anak jalanan, dengan sekelas pejabat ketika melakukan aksi kampanye nya, yang memboikot penuh jalan raya.
Kalangan elite tersebut selalu mendapatperlakuan yang berbeda dan terkesan dieksklusifkan. Selain itu, mindset masyarakat kemudian disetting dengan berbagai pemberitaan melalui media, yang selalu memojokkan aksi-aksi kaum anak jalanan. Akibatnya, hegemoni tak bisa lagi terhindarkan, dan sasarannya adalah masyarakat. Mereka mulai terhasut, kemudian mencemohaksi-aksi yang dianggap merugikan dari kaum anak jalanan. Itulah yang juga kemudian menjadi salah satu bentuk "konstruksi marginalitas" di kepala masyarakat Indonesia sekarang ini.