Dalam agama islam, menikah merupakan hal yang disenangi Allah, akan tetapi menurut para fuqoha,terdapat beberapa pernikahan yang fasidah atau rusak, salah satunya adalah nikah mut'ah atau kawin kontrak.Nikah mut'ah masih banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat muslim di indonesia. Apakah karena informasi hukum nikah mut'ah kurang disosialisasikan untuk masyarakat muslim indonesia, atau karena memenuhi kebutuhan hidup, atau kepentingan lain. Maka dari itu, sampai saat ini pernikahan mut'ah atau yang biasa disebut kawin kontrak merupakan hal umum tetapi seakan-akan pengharamannya diabaikan jadi biasa-biasa saja.
Nikah mut'ah sendiri adalah sebuah bentuk pernikahan yang dibatasi dengan perjanjian waktu dan upah tertentu tanpa memperhatikan perwalian dan saksi, untuk kemudian terjadi perceraian apabila telah habis masa kontraknya tanpa terkait hukum perceraian dan warisan. Contohnya apabila ada seorang laki-laki yang melaksanakan pernikahan dengan akad nikah sebagai berikut ini, "Aku menikahi dirimu selama satu bulan atau satu tahun," kemudian mempelai perempuan menjawab, "Aku terima". Jadi, masa pernikahan dari suami dan istri tersebut akan berakhir dalam waktu yang sesuai dengan akad yang telah diucapkan.
Beberapa penyebab dari kemunculan nikah mut'ah ini adalah pada masa jahiliah ketika muncul kehidupan nomaden, perjalanan jauh serta peperangan. Karena harus pergi berperang, para tentara tidak dapat menikah dengan perempuan idaman tetapi nafsu syahwat yang dirasakan terus datang. Karena tidak ingin berzina, maka para tentara pun berusaha menekan syahwatnya dengan cara berpuasa. Akan tetapi berpuasa tidak dapat menjadi solusi pada saat itu dikarnakan apabila berpuasa para tentara akan merasa lapar dan lemah saat berperang, maka pada saat itu Rasulullah mengizinkan tentaranya yang berpisah jauh dari istri untuk melaksanakan nikah mut'ah, dibandingkan berzina dan melakukan penyimpangan. Nikah mut'ah di masa awal Islam adalah suatu hal yang halal, kemudian hukum dihapus atau dinaskh. Nikah mut'ah lalu menjadi haram hukumnya hingga pada hari kiamat kelak. Sebab saat ini tidak ada alasan yang kuat untuk melaksanakan nikah mut'ah.
Namun baru baru ini terdapat kasus kawin kontrak atau nikah mut'ah yang berada di cianjur. Tak sedikit turis timur tengah yang sengaja berlibur ke daerah cianjur bukan dengan maksud berlibur namun dengan maksud nikah kontrak dengan para gadis yang ada disana dengan perantara para mucikari. Para gadis yang menjadi korban awalnya diiming imingi uang yang tidak sedikit yang nantinya akan dipotong 50% oleh mucikarinya. Para mucikari mencarikan gadis gadis yang akan dinikah kontrak oleh turis asing dengan memberikan nama dan foto, biasanya berupa katalog yang berisi daftar identitas para gadis tersebut. Para gadis yang menjadi korban tidak tahu apabila akan dinikah kontrak oleh para pria hidung belang.
Padahal dalam islam nikah kontrak atau nikah mut'ah telah diharamkan mulai dari fathu makkah sampai hari kiamat. Agar lebih jelas, berikut hukum nikah mut'ah dalam agama Islam menurut Al Quran dan dalil lainnya.
1. Al Quran
Dua surat dalam Al Quran yang membahas mengenai hukum dari nikah mut'ah, kedua surat tersebut adalah Al Maarij dan An Nisa. Berikut isi dari kedua surat yang menjelaskan nikah mut'ah.
a. Al Maarij: 29-31
Artinya: Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali pada istri-istri mereka ataupun budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidaklah tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itu adalah orang-orang yang melampaui batas.
Dari ayat tersebut, maka dapat ditafsirkan bahwa Allah hanya meridhoi dan mengesahkan hubungan badan dengan dua cara, kedua cara tersebut adalah nikah yang shahih serta perbudakan. Sementara itu, perempuan mut'ah tidak termasuk seorang istri dan bukan pula seorang budak.
b. An Nisa: 25
Artinya: Dan barangsiapa di antara kamu (orang-orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini perempuan merdeka dan juga beriman, maka ia boleh menikahi perempuan yang beriman dari budah yang kamu miliki.Allah mengetahui keimananmu, sebagian dari kamu merupakan sebagian dari yang lainnya, karena itulah nikahilah mereka dengan seizin dari tuan mereka dan berikanlah mas kawin merekaa menurut yang patut. Sedang mereka juga perempuan yang memelihara diri, bukanlah seorang pezina dan bukan juga perempuan yang mengambil laki-laki lainnya sebagai piaraannya. Dan jika mereka telah menjaga diri dengan pernikahan, lalu mereka mengerjakan perbuatan-perbuatan yang keji (zina) maka atas mereka separuh hukuman dari hukuman untuk perempuan merdeka yang telah bersuami. Kebolehan untuk mengawini budak itu adalah bagi orang-orang yang takut pada kesulitan untuk menjaga diri dari perbuatan zina di antara kamu serta kesabaran itu lebih baik bagi kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dari ayat tersebut, maka dapat ditafsirkan bahwa ada dua alasan kenapa nikah mut'ah diharamkan oleh Allah. Alasan pertama adalah apabila nikah mut'ah diperbolehkan, maka tidak ada alasan untuk tidak melakukan pernikahan mut'ah tersebut bagi orang-orang yang kesulitan untuk menjaga dirinya atau keperluan untuk menikahi seorang budak maupun bersabar untuk tidak menikah. Alasan yang kedua ialah ayat tersebut adalah bentuk larangan terhadap nikah mut'ah, karena Allah berfirman, "karena itu maka kawinilah mereka dengan seizin dari tuan mereka.". Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa rukun nikah mut'ah salah satunya adalah tidak membutuhkan wali atau izin dari orang tua maupun saksi.
2. Dalil dari Sunnah
Selain dari Al Quran, ada Ijma' dari para ulama ahlus sunnah yang menyebutkan, bahwa para ulama menyepakati tentang haramnya hukum nikah mut'ah. Berikut pernyataan dari para ulama tersebut: Ibnul Arabi rahimahullah, dalam Jami' Ahkamil Quran, Al Qurthubi, Dar Syi'ib pernah berkata, sebagai berikut.
Al Qurthubi berkata, "telah berkata Ibnul Arabi, adapula mut'ah adalah salah satu keunikan dari syariah, dikarenakan mut'ah diperbolehkan pada masa awal Islam, lalu diharamkan ketika perang Khaibar. Kemudian, diperbolehkan lagi ketika Perang Awthas, lalu diharamkan setelah itu dan berlangsung hukum pengharaman. Dan mut'ah dalam hal ini tidak ada yang menyerupainya, kecuali masalah tentang kiblat, karena nasakh terjadi dua kali dan barulah hukumnya stabil.
Imam Thahawi berkata, "Umar telah melarang nikah mut'ah di hadapan para sahabat Rasulullah dan tidak ada satu orang pun yang mengingkari hal tersebut. Hal ini menunjukan, bahwa mereka semua setuju serta menuruti apa yang telah dilarang. Dan juga bukti Ijma' mereka atas larangan tersebut ialah bahwa hukum tersebut dihapus.