Lihat ke Halaman Asli

Natanael Eka Saputra

Mahasiswa di Universitas Kristen Satya Wacana

Sakea, Kearifan Lokal Bengkulu yang Menjunjung Sistem Pertanian Berkelanjutan

Diperbarui: 14 Oktober 2023   19:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Indonesia merupakan negara besar yang terdiri dari banyak pulau pulau. Banyaknya pulau pulau ini menyebabkan setiap penduduk antara satu pulau dengan pulau lainnya memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang berbeda juga. Perbedaan inilah yang menyebabkan Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa yang menyatu menjadi kesatuan NKRI. Setiap suku memiliki Adat dan kearifan lokalnya sendiri sendiri. Kearifan lokal tersebut menjadikan ciri khas atau identitas yang membedakan antara suku tersebut dengan suku lainnya. Perbedaan kearifan lokal ini sangat menarik untuk kita pelajari karena dapat membangun rasa kebanggaan terhadap bangsa kita.

Salah satu kearifan lokal yang ada di Indonesia adalah Sakea yang berasal dari suku Rejang provinsi Bengkulu. Sakea merupakan sistem pelestarian hutan yang dilakukan setelah tanah garapan yang digarap oleh masyarakan sudah tidak subur dan tidak produktif. Sakea dilakukan masyarakat suku rejang karena mereka masih menggunakan sistem lahan berpindah untuk melakukan kegiatan bercocok tanam, sehingga pada saat lahan yang digarapnya dirasa sudah mulai tidak subur maka mereka akan mencari lahan lain untuk bercocok tanam.

Lahan yang di tinggalkan setelah dirasa tidak subur ini mereka tanami pohon dan tanaman hutan. Hal ini dimaksudkan agar lahan tersebut kembali menjadi hutan dan kembali disuburkan oleh alam, sehingga pada suatu saat nanti ketika lahan tersebut sudah subur, mereka dapat menggunakannya menjadi lahan produksi kembali, lalu ;ahan yang masih subur mereka manfaatkan dijadikan lahan bercocok tanam. 

Kegiatan ini merupakan hal yang positif karena masyarakat suku rejang tidak hanya memanfaatkan lahan tersebut, melainkan juga mengelolanya dan melestarikannya agar generasi selanjutnya juga dapat merasakan manfaat dari alam. Selain itu dengan kegiatan ini, masyarakat tidak menggunakan pupuk untuk mendapatkan kesuburan pada tanah, berbeda dengan zaman sekarang yang jika tanah tersebut tidak subur, maka mereka akan menggunakan pupuk kimia yang justru merusak kesuburan tanah. Dengan sistem ini, alam mengalami perputaran fase alami dan fase digarap, sehingga terjadi kestabilan pada alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline