Lihat ke Halaman Asli

Tragedi Haji dan Intropeksi Diri

Diperbarui: 27 September 2015   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Daripada sibuk menghujat golongan tertentu dan ikut menyebarkan informasi yang belum tentu akurat, kemudian berujung pada memecah belah umat Islam. Lebih baik kita berpikir untuk intropeksi diri...

Serangkaian musibah yang terjadi pada musim haji tahun ini, harusnya menjadikan kita untuk lebih memahami esensi dari haji. Haji itu wajib hanya 1 kali seperti yang dicontohkan Rasulullah, untuk yang sudah pernah berhaji diharapkan memberikan kesempatan kepada yang lain yang belum berhaji. Jika memiliki kelebihan rezeki, kenapa tidak digunakan untuk lebih peduli kepada orang lain. Membantu pemberdayaan ekonomi masyarakat yang saat ini begitu rentan, bukan hanya di Indonesia tapi pada sebagian besar umat Islam di dunia ini. Atau gunakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan umat, karena kita dapat perhatikan bahwa sebagian besar negara-negara muslim tertinggal dari aspek pemikiran keilmuan hingga pengembangan teknologi. Bisa juga kita manfaatkan untuk membantu menyelesaikan tragedi kemanusiaan seperti membantu pengungsi Suriah.

Mekkah adalah tanah haram, wilayah umat Islam yang menjadi simbol Rumah Tuhan yang disucikan dan aman bagi setiap orang. Tanah di mana umat Islam seharusnya merasa aman berada di dalamnya. Bisa jadi rentetan tragedi yang terjadi pada prosesi haji kali ini menjadi peringatan bagi kita semua dalam melaksanakan ibadah haji. Tuhan menjadikan masa haji sebagai proses menjadi manusia haji, yaitu manusia yang menjadikan setiap harinya sebagai hari pengorbanan, setiap bulannya sebagai bulan dzulhijjah, setiap negeri adalah Mina dan setiap saat dalam hidup adalah haji. Menjadi manusia haji adalah suatu proses berkesinambungan untuk menjadikan segala perbuatan, pikiran dan perasaan kita senantiasa mengabdi kepada Tuhan yang mengejawantah dalam nilai kebenaran, keadilan, kejujuran dan kepedulian.

Jika kita mau jujur, berapa banyak dalam setiap tahunnya jemaah Indonesia yang menunaikan ibadah haji. Pertanyaan pentingnya adalah, adakah korelasi antara sepulang haji dengan meningkatnya perilaku baik setelahnya??? Mohon maaf, bagaimana bisa kita bisa menyebut haji mabrur jika pulang dari haji kita masih tetap melakukan korupsi, menzalimi orang lain, memfitnah golongan lain, intoleran pada kemajemukan yang positip atau masih berbisnis dengan cara yang culas. Jika saja orang Indonesia yang pergi haji benar-benar menyelami makna haji, bisa dipastikan Indonesia tidak akan pernah menjadi salah satu negara terkorup di dunia.

Musibah haji kali ini juga harus dimaknai sebagai evaluasi manajemen haji bagi pemerintah Indonesia dan pemerintah Arab Saudi. Khusus bagi pemerintah Indonesia... berharap kedepan pengelolaan dana haji bebas dari korupsi, jemaah Indonesia tidak terbengkalai selama berhaji dan keselamatan umat semakin terjaga dalam menunaikan ibadah haji.

Semoga kita semua menjadi manusia haji, yang tidak menjadikan haji hanya sebagai prosesi ritual keagamaan semata, tapi menjadikan haji sebagai titik tolak untuk menjadi manusia yang paling banyak manfaatnya bagi alam semesta dan menjadikan setiap belahan dunia sebagai masjidil haram, tanah yang memberi rasa aman.

 

Iin Parlina, Pelajar Kehidupan

Minggu, 27 September 2015 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline