"Kali Lebo", begitu nama yang kami pakai untuk menyebut sebuah sungai yang berada tepat dikebun belakang rumah kami di Desa Latompa, Kec. Maligano, Kab. Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Sungai ini memiliki debit air yang dinamis, menyesuikan musim. Jika musim hujan tiba, maka luapan sungai ini kerap juga sampai di teras rumah, namun ketika musim kemarau tiba, airnya terkadang terputus untuk beberapa titik.
Saya tidak memiliki pengalaman menelusuri sungai ini sampai hulu. Namun dari penuturan beberapa saudara dekat dan paman yang sempat menelusuri sungai ini menyatakan bahwa hulu sungai ini masih sangat asri dan benar-benar menyuguhkan hutam rimba asli. Belum banyak aktivitas manusia disana. Cerita itu saya dengar untuk beberapa dekade yang lalu. Saat ini mungkin saja faktanya berbeda.
Dibeberapa titik pada sungai inipun burung Maleo berkembang biak. Masyarakat sekitar kerap menjadi "pemangsa" telur-telur burung ini. Ukuran telur yang mencapai 300 gram (lima / enam kali dari telur ayam) adalah salah satu daya tarik sehingga telur ini terus diburu. Walaupun beberapa cerita bahwa petugas berwenang adalah salah satu yang harus "dilewati" terlebih dahulu.
Semoga Burung Maleo masih terus bisa ada disungai ini. Penelusuran saya di beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa Maleo masih ada dan terus berkembang disekitar sungai ini. Salah satunya adalah jurnal yang ditulis oleh Taufik dkk. (2020) dengan judul "Karakteristik Telur Burung Maleo (Macrocephalon maleo Sal.Muller 1846) Di Kecamatan Maligano Kabupaten Muna" dan dimuat dalam Jurnal Ilmiah Peternakan Halu Oleo : Vol 2, No 1, Januari 2020.
Mari jaga "Kali Lebo", untuk kita dan Burung Maleo.
