Natalia Serani
SUNGGUH surprise ketika Presiden Joko Widodo mengumumkan sembilan srikandi Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nama-nama itu seketika memadamkan berbagai spekulasi sekaligus memupus harapan sejumlah nama lain yang sebelumnya digadang-gadang akan duduk dalam pansel tersebut.
Sembilan nama pansel pimpinan KPK sama sekali di luar dugaan. Presiden Joko Widodo membuat kejutan dengan berpikir dan mengambil keputusan out of the box. Sembilan nama tersebut tidak sembarang orang. Mereka memiliki reputasi di bidangnya masing-masing dari ahli ekonomi sampai ahli sumber daya manusia.
Nyaris tak ada suara minor menanggapi kehadiran sembilan nama itu. Sembilan nama pilihan Presiden itu adalah Destry Damayanti (ahli ekonomi keuangan dan moneter, ketua merangkap anggota), Eni Nurbaningsih (pakar hukum tata negara, Ketua Badan Pembinaan Hukum Nasional), Harkristuti Harkrisnowo (pakar hukum pidana dan HAM, Ketua Badan Pengembangan Manusia Kemenkum HAM), Betty Alisyahbana (ahli IT dan managemen), Yenty Garnasih (pakar hukum pidana ekonomi dan pencucian uang), Supra Wimbarti (ahli psikologi SDM dan pendidikan), Natalia Subagyo, (ahli tata negara pemerintahan), Dyani Sadya Wati (ahli di Bapenas) dan Meutia Ganie Rochman (ahli sosiolog korupsi dan modal sosial).
Satu-satunya pendapat minor yang saya baca menanggapi ‘Sembilan Srikandi’ itu berasal dari mantan penasehat KPK Abdullah Hehamahua. "Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Kiamat sudah makin dekat," kata Abdullah mengometari keputusan penunjukan anggota Pansel KPK, Kamis (21/5). (Merdeka.com).
Abdullah lantas mengutip pernyataan Nabi Muhammad yang intinya, barang siapa menyerahkan urusan pemerintahan kepada perempuan, maka tunggulah kehancuran.
Sebelumnya beredar sejumlah nama yang disebut-sebut akan masuk dalam pansel KPK. Bahkan ada sejumlah nama yang seolah menjadi ‘langganan pansel’ karena mereka selalu duduk sebagai pimpinan ataupun anggota panitia seleksi pejabat apapun. Lebih dari itu ada pula yang sudah menyatakan tidak bersedia duduk sebagai anggota pansel karena tidak sehaluan dengan Presiden Joko Widodo.
Ketika membaca nama-nama Sembilan Srikandi itu saya langsung teringat satu nama: Albertina Ho. Sebagian Anda tentu sudah lupa, tetapi tak sedikit yang masih ingat. Albertina Ho adalah hakim karir yang hanya sebentar bertugas sebagai hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebelum akhirnya dipindahkan ke Sungai Liat Bangka Belitung, lalu ke Palembang.
Nama Albertina Ho, kelahiran Maluku Tenggara itu mencuat ketika dia menjadi ketua majelis hakim dan hakim anggota di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyidangkan sejumlah perkara sensitif dan menarik perhatian publik. Dalam semua kasus yang ditanganinya Albertina memperlihatkan sikap kritis, tegas, cermat dan kukuh dalam pendirian.
Salah satu kasus yang menarik perhatian publik secara nasional yang ditanganinya adalah perkara suap pegawai pajak Gayus Tambunan. Ketegasan hakim Albertina menjadi bahan pembicaraan publik. Dia selalu mengarahkan ke pokok masalah, tidak berbelit-belit.
Ketegasan Albertina juga terlihat ketika ikut menangani kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen dengan terdakwa Sigid Haryo Wibisono. Kasus itu dinilai sensitif karena melibatkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar. Juga kasus pelecehan yang dilakukan Anand Khrisna, dan kasus mafia hukum jaksa Cirus Sinaga turut mengangkat namaya.
Di tengah prestasinya yang baik dalam persidangan, Albertina dimutasikan ke Sungai Liat. Mutasi itu sempat menjadi kontroversi karena dia sedang sukses menangani perkara-perkara berat. Tetapi dia menjalani mutasi tersebut dengan senang.
Ketika mengetahui bahwa namanya tidak masuk dalam tim sembilan pansel KPK, saya bertanya-tanya dalam bathin, apakah namanya tidak diperhitungkan oleh Presiden Joko Widodo? Tentu saja Presiden mempunyai sejuta mata dan sejuta telinga. Presiden tentu saja memilih orang-orang baik, punya kapasitas untuk duduk dalam panitia seleksi, tetapi lebih penting Presiden juga mempunyai orang-orang terbaik untuk duduk sebagai komisoner atau pimpinan KPK.
Saya menyarankan kepada Pansel KPK untuk membidik hakim Albertina Ho sebagai salah satu kadidat pimpinan atau kimisioner KPK kelak. Saya sangat percaya Albertina Ho bisa mengangkat kembali nama KPK yang sedang mengalami keterpurukan. Catatan karir Albertina sebagai hakim kiranya bersih. Dia enggan berhubungan dengan pihak-pihak yang berperkara. Sehabis jam kantor dia selalu meluncur ke rumah dan menghabiskan waktu dengan membaca di rumah.
Tugas berat memang sedang menanti pansel KPK. Intrik politik, tekan-menekan bahkan ancam-mengancam serta titipan nama-nama tertentu akan menghantui pansel KPK. Tetapi kepekaan sebagai wanita akan menyelamatkan mereka dan komisioner KPK hasil pemilihan pansel kelak akan menadi tarohan.
Kerja Pansel KPK ini memang lebih berat dari pansel sebelumnya karena pansel ini dituntut menghasilkan pimpinan KPK yang bisa mengangkat kembali citra KPK sebagai intitusi pionir penegak hukum di bidang korupsi.
Saya kira kita tak perlu menggurui pansel dengan aneka macam. Pansel tentu tahu apa yang mesti mereka buat. Sebaiknya publik berpartisipasi dengan mengusulkan nama-nama yang memiliki kompetensi, jujur, terpercaya, tahan godaan dan tidak mempunyai ambisi-ambisi politik. Pansel lah kemudian yang akan menggali dan mengusut rekam jejak mereka.
KPK merupakan lembaga yang bersih dan kuat sehingga orang-orang yang duduk di dalamnya juga harus bersih. KPK bukan mesin cuci yang membersihkan orang-orang yang kotor dengan rinso.
Pengalaman paling berharga yang ada di depan mata pansel adalah kasus yang menimpa komisioner KPK periode terakhir ini. Karena itu harus ada mekanisme rekruitmen yang benar-benar sahih untuk menapis sehingga butir-butir pasir pun tidak bisa lolos.
Memang ujian berat sedang menanti Pansel KPK, tetapi yakinlah masih ada jutaan orang baik, jujur dan antikorupsi yang siap membersihkan negeri ini dari belenggu korupsi. Mereka mungkin masih tersembunyi. Mereka ada di berbagai wilayah Tanah Air dari Sabang sampai Merauke. Tugas pansel adalah menemukan butir-butir emas itu di timbunan pasir kemudian mengangkat mereka ke permukaan, seperti Presiden Joko Widodo menemukan butir-butir berlian dalam diri ‘Sembilan Elang’ ini kemudian mengukuhkan mereka menjadi Pansel KPK.
Pansel KPK, Anda tidak sendirian. Publik akan bersama dan mendukung Anda untuk menemukan kandidat-kandidat komisioner KPK yang mumpuni. Selamat bertugas.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H