Lihat ke Halaman Asli

Natalia Kristiani

Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Memasuki Resesi, Ekonomi Tersendat dan Corona Meningkat

Diperbarui: 1 Juli 2021   11:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Great depression merupakan hal yang paling buruk pada keadaan ekonomi industri pada tahun 1929-1939. Sejarah kembali terulang. Indonesia bukan hanya satu-satunya negara yang mengalami resesi, tetapi hampir di seluruh dunia mengalaminya. Dimulai dengan pemberitaan mengenai berbagai negara seperti Korea Selatan, Australia, Singapura. Resesi yang terjadi akibat pencegahan virus corona, sangat berdampak bagi perputaran ekonomi di dunia.

Indonesia sendiri sudah mengalami hal tersebut sejak pertengahan tahun 2020. Resesi ini, bisa semakin parah, dan bisa lebih parah dari Great Depression kala itu, atau ketika resesi pada tahun 1998.

. . .

Di Indonesia sendiri, penanganan virus corona pun banyak menuai pro dan kontra. Mulai dari awal adanya pandemi hingga saat ini, kebijakan selalu berubah-ubah dan tidak konsisten, malah kebijakan yang dibuat dari otoritas daerah dan pemerintah pusat terkadang berbeda dan semakin membuat rakyat kebingungan.

Di tengah kebijakan yang terombang-ambing layaknya di kapal yang sedang menerjang badai lebat. Beberapa menteri mengambil uang rakyat dengan korupsi, terlebih korupsi bantuan sosial.

. . .

Kemelut goncangan semakin diperparah akibat perusahaan mulai gulung tikar, bisa dilihat dari pemberitaan bahwa 24 juta orang kehilangan pekerjaannya akibat Covid-19 yang tidak mereda. Perusahaan yang menampung banyak orang seperti Ramayana, yang sebagai sumber ladang pekerja SPG/SPB tidak ada lagi.

Selain Ramayana, tanpa disadari penjualan Tupperware cukup memiliki peluang yang sedikit untuk terus bertahan di era pandemi. Narasumber berinisial RD yang merupakan ibu rumah tangga sekaligus pedagang keliling yang menjajakan baju dan Tupperware merasakan bagaimana susahnya menjual produk Tupperwarenya, sehingga produk hanya mengendap di rumahnya. Selain itu, narasumber juga bercerita bahwa pemasukannya tidak seperti dahulu. Jika dahulu bisa menjual seperti tempat makan, botol minum untuk kebutuhan sekolah, sekarang sudah tidak ada lagi semenjak pandemi melanda. Berada pada keadaan seperti ini, membuat narasumber ini hanya menjual baju saja, itupun di angsurkan "mau bagaimana lagi, kalau saya ga keliling (menjual baju/Tupperware) nanti untuk memenuhi kebutuhan keluarga saya gimana? Apalagi saya sekarang seorang diri karena suami saya sudah meninggal 4 tahun yang lalu" begitulah kira-kira yang dikatakan oleh narasumber ini. Ia mesti berdagang melalui orang-orang yang terkadang tidak memakai masker, dan mungkin tidak percaya akan Covid-19 itu nyata, hal yang dijalakan oleh narasumber ini sangat beresiko. Demi membiayai kebutuhan keluarganya, Ia harus bertaruh diantara penyakit dan ekonomi.

Bukan hanya RD saja yang mengalaminya, pedagang di luar sana juga mengalami hal serupa. Mereka sangat membutuhkan uang demi memenuhi kebutuhannya, di lain sisi virus Corona pun meningkat. Sekarang pun, varian Covid-19 sudah semakin ganas dan seluruh varian sudah ada di Indonesia, khususnya Jakarta.

. . .

Semenjak new normal, sektor kantor sudah mulai padat kembali, hingga hampir 50% sudah menjalani WFO (work from office). Terlebih wacana Herd Immunity yang direncanakan sepertinya tidak akan berhasil karena semakin menjalankan new normal, semakin banyak yang terkena virus dan akhirnya rumah sakit pun semakin penuh dan tidak sanggup menampung pasien covid maupun non covid.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline