Televisi adalah media paling cepat, paling murah dan paling menyedot perhatian publik. Hampir setiap rumah memiliki minimal satu buah televisi.
Memang menyenangkan menonton tv. Informasi jadi mudah didapat. Melalui kotak ajaib ini, kita dapat melihat hampir seluruh dunia.
Sekarang ini kan masa kampanye untuk capres dan cawapres, media berperan besar untuk membentuk opini publik. Dari kegiatan para jurnalis yang kemudian diolah sehingga layak diberitakan oleh televisi, kita tahu baik dan buruknya setiap pasang capres-cawapres.
Namun apa yang terjadi bila media telah berpihak?
Channel tv di rumah saya memberi ide saya untuk menulis artikel ini. Pada nomor 8 dan 10 adalah media yang 'kurang' independen. Saya memang belum menentukan pilihan capres dan cawapres, jadi memang perlu untuk mengikuti perkembangan di media.
Akan tetapi setelah saya cermati dan beberapa kali saya membaca di koran, memang ada beberapa media yang telah berpihak.
Kembali ke channel tv saya. Nomor 8 adalah stasiun tv yang pro A dan nomor 10 adalah pendukung B. Saya memang lebih menyukai stasiun pro A, selain dari dulu adalah channel favorit, stasiun ini terkesan lebih 'up to date'. Pada stasiun ini, capres A memang lebih disorot kelebihannya. Sebaliknya, capres B hanya dikabarkan dalam waktu lebih sedikit (namanya saja keberpihakan).
Kerena merasa bosan dengan berita yang diulang-ulang, saya memindah stasiun ke nomor 10 supaya berita yang saya dengar berimbang. Rupanya channel tersebut sangat anti capres A. Dan sangat pro sekali dengan B. Sudah saya dugaa...
Keberpihakan media yang seperti ini sangat mengganggu. Mungkin juga ada baiknya, kita menjadi tahu hal-hal detail dari setiap pasang. Istilahnya menjadi saling sorot antar pasangan. Media A menyorot sisi negatif B sedangkan media B menyorot sisi negatif A. Kita menjadi lebih kaya pengetahuan mengenai kekurangan setiap pasangan.
Selain detail kekurangan, kita juga akan dilimpahi berita mengenai keunggulan masing-masing pasangan. Kabar mengenai relawan, dukungan, kampanye, hingga hal-hal rinci lainnya.
Bila sudah muak dan merasa kenyang, saya akan memindahkan channel ke nomor 9. Meski channel ini juga 'sedikit' berpihak, paling tidak mereka punya banyak acara kartun yang lucu. Menjadi penyegar bagi telinga dan mata saya. Tidak melulu Jokowi dan Prabowo.
Saya yakin kedua kandidat capres ingin melakukan perubahan bagi Indonesia. Tapi tidak menutup kemungkinan juga perubahan yang kurang baik.
Saya selalu berandai-andai. Seandainya saya diberi kesempatan untuk bertanya apa saja kepada kedua kandidat. Pertanyaan yang muncul seiring kelelahan saya terhadap politik yang 'lucu'.
Saya sangat mencintai negeri ini dengan segala keterbatasannya dan segala kebobrokannya.
Soal kemiskinan dan soal korupsi, soal hukum dan para pelakon pemerintahan.
Pertanyaan saya akan kurang lebih seperti ini;
1. Mengapa Bapak ingin menjadi presiden?
2. Apa yang membuat Bapak berani menjadi orang nomor 1 di negara ini?
3. Mengapa menurut Bapak visi misi Anda lebih unggul dari yang lain?
4. Mengapa Anda membuat visi misi seperti itu?
5. Apakah Anda yakin Anda mampu mengatasi masalah di negeri ini?
6. Mengapa Anda yakin dengan visi misi Anda, Indonesia menjadi lebih baik?
7. Bukankah usaha yang Anda miliki jauh lebih menunjang kehidupan Anda dan keluarga daripada gaji seorang presiden dan pengorbanannya?
8. Memangnya Anda ini siapa kok berani mengajukan diri sebagai pemimpin saya?
9. Bagaimana bila Anda tidak mampu? Tidak mampu mengatasi peliknya masalah di Indonesia?
10. Tolong yakinkan saya mengapa saya harus memilih Anda!
Ah, hanya seandainya. Yang paling ingin saya tanyakan adalah "Benarkah Anda tulus melayani kami, masyarakat?"
Curhat, hanya curhat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H