Nama Dosen : Apollo, Prof.Dr,M.Si.Ak.
Nama : Natasha Puspa Faradilla
NIM : 43221010115
Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi & Etik UMB
Kampus : Universitas Mercu Buana
Kearifan local adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan mengolah kebudayaan yang berasal dari luar atau bangsa lain menjadi watak dan kemampuan sendiri. Salah satu kearifan local Indonesia adalah filosofi Sedulur Papat Limo Pancer.
Sedulur Papat Limo Pancer di anggap sebagai “teman gaib manusia” yang ikut serta dalam membimbing kehidupan manusia dan mencegah manusia dari marabahaya oleh maryarakat muda pada zaman ini.
Masyarakat Jawa memandang konsep Sedulur Papat Limo Pancer yang berkaitan dengan posisi manusia dalam lingkup dunia yang tertuang pada konsep Mandala. Lalu apa yang dimaksud dengan konsep Mandala?
Dalam Bahasa Sansekerta, Mandala berarti lingkaran. Konsep Mandala adalah penggambaran dari nafsu atau karakter yang ada pada diri manusia, artinya adalah manusia pasti mempunyai 4 nafsu. Dalam konsep ini, dijelaskan dalam bilangan 4+1, artinya adalah 4 sebagai kiblat dan 1 sebagai pancer atau pusat. Maksud dari penjelasan tersebut adalah 4 sebagai penggambaran tentang hidup manusia yang penuh dengan nafsu dan 1 sebagai mikrokosmos, dari penjelasan tadi dapat kita peroleh bahwa akan terjadi hubungan antara mikrokosmos, metakosmos dan makrokosmos. Semua itu berarti terdapat sebuah hubungan antara diri manusia dengan alam semesta.
Apa itu Sedulur Papat Limo Pancer? Sedulur Papat Limo Pancer secara konseptual berarti 4 bersaudara dan 5 sentra. Menurut konsep Jawa, ketika manusia lahir di bumi menandakan suatu bentuk kesatuan wujud manusia. Konsep ini dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa ketika seorang manusia lahir, empat saudara manusia juga lahir.
Konsep pemikiran Sedulur Papat Limo Pancer memiliki banyak tafsiran. Ini dikarenakan oleh tanah Nusantara yang silih berganti dikuasai okeh tradisi tradisi tertentu. Sebelum ada agama luar yang masuk ke Nusantara, Masyarakat Jawa memiliki kepercayaan spiritual sendiri atau yang biasa di sebut dengan Kapitayan. Kapitayan di gambarkan sebagai ajaran yang menyembah Taya atau Sang Hyang Taya, merujuk kepada entitas yang tak terbayangkan dan tak terlihat, terkadang disebut sebagai Suwung, Awang atau Uwung.