Lihat ke Halaman Asli

Nasywa Sekar Rengganis SM

Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Larangan Berjilbab untuk Paskibraka: Diskriminasi yang Bertentangan dengan Pancasila

Diperbarui: 25 Desember 2024   21:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Penulis: Nasywa Sekar Rengganis SM (2403761), Dr. Dinie Anggraeni Dewi M.Pd, M.H, M. Irfan Ardiansyah S.Pd

Pada 17 Agustus 2024, muncul sebuah kontroversi mengenai larangan penggunaan jilbab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional pada saat pengukuhan di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada 13 Agustus 2024. Isu ini mencuat setelah beredarnya sebuah video yang menunjukkan anggota Paskibraka putri yang sedang melakukan latihan diminta untuk melepaskan jilbab mereka selama bertugas. Video tersebut menuai banyak kritik dari para masyarakat, organisasi keagamaan, dan tokoh agama. Mereka menilai bahwa tindakan tersebut adalah suatu bentuk diskriminasi dan pelanggaran terhadap kebebasan dalam beragama.

Larangan berjilbab bagi Paskibraka ini telah memicu berbagai tanggapan dari para tokoh agama dan institusi pemerintah. Salah satunya Majelis Ulama Indonesia (MUI), mereka mengutuk kebijakan tersebut, menyebutnya sebagai tindakan yang tidak Pancasilais dan melanggar nilai kebhinekaan. Para ulama juga telah menekankan bahwa jilbab adalah bagian dari kewajiban agama dan tidak seharusnya dilarang dalam tugas kenegaraan.

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) selaku penanggung jawab dari pembinaan Paskibraka, mereka pada awalnya membela keputusan larangan penggunaan jilbab bagi Paskibraka ini dengan alasan keseragaman. Namun, setelah mendapat kritik yang luas, Kepala BPIP langsung meminta maaf dan mencabut larangan penggunaan jilbab bagi anggota Paskibraka.

Kasus larangan berjilbab bagi Paskibraka ini termasuk kedalam pelanggaran nilai Pancasila terutama sila pertama yaitu “Ketuhanan yang Maha Esa”, karena hal tersebut telah menghambat kebebasan dalam beragama dan beribadah, termasuk dalam menjalankan keyakinan agama Islam untuk mengenakan jilbab. Tindakan ini juga bertentangan dengan prinsip dasar Pancasila yang mengakui dan melindungi kebebasan menjalankan agama dan keyakinan masing-masing.

Sila pertama Pancasila mengakui dan menjamin setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya tanpa hambatan. Sila pertama juga menempatkan nilai religius sebagai landasan moral dan etika bangsa. Dalam agama Islam, mengenakan jilbab adalah bagian dari kewajiban bagi perempuan yang ingin mematuhi ajaran agama mereka. Larangan berjilbab menunjukkan kurangnya penghormatan terhadap nilai-nilai religius yang dianut oleh individu, khususnya umat Islam. Tindakan ini bertentangan dengan semangat sila pertama yang mengutamakan toleransi terhadap keberagaman keyakinan atau kepercayaan dalam beragama. Sila pertama juga mendukung keharmonisan dalam keberagaman agama. Dengan melarang mengenakan jilbab, akan ada potensi munculnya konflik sosial dan ketidaknyamanan bagi individu yang merasa hak-haknya dilanggar. Hal ini menghambat terciptanya keharmonisan yang diamanatkan oleh sila pertama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline