Lihat ke Halaman Asli

Nasywa Felisha Putri Fahlevi

Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat

Melangkah Menuju Indonesia Empati Tanpa Diskriminasi: Pengaruh Stigma Masyarakat Terhadap Orang dengan Penyakit Menular

Diperbarui: 28 Februari 2023   13:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Penyakit menular merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit ini dapat menyebar dari manusia yang sakit ke manusia yang sehat melalui udara, air, makanan, kontak fisik, dan gigitan serangga (Novianti dkk, 2022). Berdasarkan tingkat bahayanya, terdapat penyakit menular yang sangat berbahaya sampai menyebabkan kematian, ada yang menimbulkan cacat, dan ada juga yang tidak menimbulkan keduanya tetetapi menular dengan cepat (Rahmah dkk, 2022). Penyakit menular dapat menyebar dengan cepat dan meluas, terutama dalam situasi yang tidak terkendali seperti pandemi. Beberapa contoh penyakit menular yang terkenal meliputi influenza, tuberkulosis, HIV/AIDS, dan COVID-19.

Definisi dari penyakit menular yang mengerikan akhirnya menimbulkan stigma negatif di kalangan masyarakat. Pelan tetapi pasti, individu penderita penyakit menular mulai diasingkan dan didiskriminasi. Hal ini akhirnya berdampak pada kesehatan mental dan emosional mereka yang mulai merasa malu untuk mendapatkan penanganan dari tenaga kesehatan yang profesional (Puspita A, 2018). Pada akhirnya, stigma ini dapat memperparah kondisi pasien, membuat mereka merasa malu, terisolasi, dan enggan diobati. Perasaan enggan diobati akan menghambat upaya pencegahan dan pengendalian penyakit sehingga akan lebih banyak lagi orang yang tertular.

Stigma masyarakat tentang penyakit menular adalah suatu persepsi negatif yang terbentuk pada individu atau kelompok yang terinfeksi penyakit menular. Stigma memengaruhi cara orang melihat, memperlakukan, dan berinteraksi dengan penderita penyakit menular. Stigma ini muncul karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang penyakit menular, khususnya penyakit menular yang masih dianggap tabu atau memalukan. Hal ini akhirnya menyebabkan masyarakat takut dan enggan untuk bergaul dengan penderita penyakit menular bahkan dalam situasi yang aman. Rasa takut dan enggan akan mengarah pada diskriminasi sosial, ekonomi, dan kultural. Penderita penyakit menular diberi label dan diisolasi dari masyarakat, dipecat dari pekerjaannya, bahkan dihindari oleh orang-orang terdekatnya. Stigma ini tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor pemicu.

Stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan penyakit menular dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks dan saling berkaitan. Faktor-faktor ini mencakup kurangnya pemahaman tentang penyakit menular, stereotip negatif, ketakutan, serta tekanan sosial dan budaya. Masyarakat selalu menghubungkan penyakit menular dengan perilaku yang tidak bermoral seperti penggunaan narkoba atau seks bebas sehingga orang dengan penyakit menular dianggap sedang mendapatkan hukuman dari Tuhan (Nitsae dkk, 2022). Rasa cemas, kekhawatiran, dan ketakutan yang dirasakan masyarakat akhirnya tidak seimbang dengan rasa empati dan simpati mereka.

Diskriminasi terhadap orang dengan penyakit menular tentunya membawa dampak negatif yang serius pada kesehatan dan kualitas hidup mereka. Orang dengan penyakit menular cenderung mengalami stres psikologis akibat diskriminasi yang diberikan oleh orang-orang di sekitarnya. Ia merasa enggan untuk mencari pertolongan medis karena merasa takut dikucilkan oleh petugas medis. Akibatnya, mereka menunda pengobatan dan perawatan yang diperlukan sehingga memperburuk kondisi kesehatan mereka. Selain diskriminasi sosial, orang dengan penyakit menular juga mengalami kesenjangan ekonomi karena berisiko kehilangan pekerjaan atau ditolak saat melamar pekerjaan karena riwayat penyakit yang mereka miliki. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Situmeang dkk. tentang stigma remaja usia 15-19 tahun terhadap ODHA (Orang dengan HIV AIDS) di Indonesia sebagai berikut.

Berdasarkan tabel di atas, 66,6% remaja berpendapat tidak akan membeli sayuran dari penderita yang terinfeksi HIV/AIDS dan 44,8% tidak memperbolehkan mereka mengajar di sekolah. Hal ini tentunya berdampak pada kesenjangan ekonomi penderita HIV/AIDS yang beresiko kehilangan pekerjaan. Selain itu, 57,6% remaja akan merahasiakan apabila keluarganya memiliki penyakit HIV/AIDS dan 22,7% tidak bersedia merawatnya di rumah. Hal ini berdampak pada pengobatan yang tidak kunjung dilakukan akibat adanya diskriminasi dan rasa malu. Diskriminasi seperti ini jelas merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan harus dipatahkan agar orang dengan penyakit menular bisa mendapatkan pengobatan yang tepat dan dukungan yang mereka butuhkan untuk menjalani kehidupan yang sehat dan bermartabat.

Selain dampak negatif yang dirasakan oleh penderita penyakit menular, dampak negatif juga dirasakan oleh para profesional kesehatan yang mengobati mereka (Umar dan Hamdiah, 2021). Para tenaga medis dicap sebagai pembawa penyakit dan dihindari oleh masyarakat. Stigma ini dapat memperburuk situasi dan menyebabkan para tenaga medis kesulitan memberikan pelayanan kepada orang dengan penyakit menular. Padahal, diskriminasi yang diberikan menyebabkan pencegahan dan pengendalian penyakit menjadi semakin sulit dilakukan dan akhirnya semakin banyak masyarakat yang terinfeksi karena orang dengan penyakit menular tersebut tak kunjung mendapatkan pengobatan yang tepat.

Upaya mencegah stigma masyarakat terhadap penyakit menular, tentunya diperlukan keseriusan dari banyak pihak. Pemerintah dan lembaga kesehatan harus berperan aktif dalam memberikan edukasi dan informasi yang benar tentang definisi penyakit menular, cara penularannya, dan fakta-fakta tentang kehidupan orang dengan penyakit menular agar dapat memperbaiki pemahaman masyarakat. Peningkatan kesadaran masyarakat melalui kampanye tentang pentingnya menghormati hak asasi manusia juga dapat membantu mengubah sikap masyarakat terhadap orang dengan penyakit menular sehingga mereka tetap mendapatkan hak untuk bekerja dan memiliki pendidikan yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Dukungan sosial dari keluarga dan teman dapat membantu mengurangi rasa kesepian yang dirasakan oleh orang dengan penyakit menular sehingga mereka akhirnya merasa diterima dan dihormati. Tidak hanya itu, kita juga harus merefleksi peran kita dalam mengatasi stigma dan diskriminasi terhadap penyakit menular.

Sebagai masyarakat umum, tentunya kita berperan sebagai kunci dalam mengubah stigma negatif terhadap orang dengan penyakit menular. Hal ini bisa dimulai dengan meningkatkan pengetahuan dan mengubah perilaku dari menjauhi menjadi menghormati. Selain itu, kita juga harus berperan aktif dalam mendukung hak asasi mereka dengan memperjuangkan akses yang lebih baik ke perawatan medis dan dukungan sosial. Temani dan dukung mereka agar dapat dengan nyaman mendapatkan pengobatan yang tepat. Kita juga dapat menghubungi lembaga dan yayasan yang menampung orang-orang dengan penyakit menular sekedar untuk berkomunikasi dan mendengarkan pendapat serta keinginan mereka. Dengan melakukan ini, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih ramah terhadap orang dengan penyakit menular sehingga mereka dapat hidup dengan layak tanpa merasa diasingkan, dijauhi, dan didiskriminasi.


Saat menjalani hidup, terkadang kita tidak bisa menghindari terjangkit penyakit menular. Namun, ada beberapa hal yang akhirnya menjadi beban psikologis bagi mereka yang menderita penyakit menular, seperti stigma dan diskriminasi dari masyarakat. Stigma ini sudah ada sejak lama dan menyebar di kalangan masyarakat sehingga memengaruhi kondisi psikologis dan kualitas hidup orang yang menderita penyakit menular. Tak jarang, mereka dikucilkan, didiskriminasi, dan dibatasi hak-haknya. Hal ini membuat mereka merasa tertekan, malu, dan takut untuk mendapatkan pengobatan yang seharusnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline