Ibarat pisau bermata dua, pengurangan kemiskinan cenderung diatasi dengan pertumbuhan ekonomi terutama di negara berkembang, namun pembangunan ekonomi yang masif dalam praktiknya sering mengabaikan dampak negatif terhadap lingkungan. Tidak dapat dipungkiri bahwa penyebab kerusakan alam berasal dari campur tangan manusia. Kerusakan alam ini disebabkan dari kegiatan produksi yang menghasilkan emisi dalam jumlah besar. Oleh karena itu apakah pengurangan kemiskinan dapat selaras dengan pembangunan ekonomi yang menerapkan konsep pertumbuhan hijau atau yang biasa disebut green growth
Saat ini Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan pembangunan besar besaran untuk mengatasi kemiskinan dalam perekonomian. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2022 sebesar 26,36 juta orang. Hal ini menjadi perhatian utama bagi negara agar angka tersebut dapat berkurang dengan signifikan. Pembangunan yang masif melalui industrialisasi akan menciptakan lapangan kerja untuk mengentaskan kemiskinan.
Namun dalam realitanya, pertumbuhan sektor ekonomi seringkali menyumbang peningkatan emisi karbon dioksida (CO2) dengan jumlah yang tidak sedikit. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, permintaan akan energi meningkat, dan seringkali energi yang dihasilkan masih berasal dari sumber bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas alam. Energi ini dibutuhkan untuk menunjang produksi di sektor industri dan transportasi.
Dalam kurun waktu sekitar 20 tahun terakhir, data dari grafik menunjukkan adanya peningkatan produksi emisi karbon di Indonesia. Jumlah emisi karbon tersebut hampir mengalami peningkatan dua kali lipat sejak tahun 2000, meningkat dari sekitar 1,29 ton menjadi sekitar 2,26 ton pada tahun 2021. Oleh karena itu pemerintah gencar menerapkan green growth. Green growth merupakan pembangunan yang bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan lingkungan agar tidak terjadi kerusakan parah. Namun, apakah green growth berpengaruh signifikan pada pengurangan kemiskinan?
Dampak kebijakan pertumbuhan ekonomi yang menerapkan konsep green growth tidak selalu berdampak positif terhadap masyarakat miskin. Dalam jangka pendek, pertumbuhan ekonomi mungkin akan lebih rendah. Ada banyak kendala dalam pengimplementasian konsep green growth dalam pembangunan. Diperlukan transisi sektor dari industri yang berbasis karbon tinggi ke sektor yang lebih berkelanjutan. Dimana dalam hal ini akan mempengaruhi biaya produksi yang akan mempengaruhi harga produk tertentu. Harga yang meningkat akan menurunkan permintaan yang akan mempengaruhi pada produksi. kebijakan ini membuat pertumbuhan ekonomi makin melambat dan memperparah kemiskinan. Oleh karena itu mengentaskan kemiskinan keseluruhan secara jangka pendek tidak bisa dengan menerapkan konsep green growth.
Lalu haruskah kita menyerah untuk tidak menerapkan konsep green growth pada pertumbuhan ekonomi?
Penerapan green growth sangat berdampak untuk jangka panjang. Output yang dihasilkan dari proses produksi mempunyai risiko yang lebih rendah terhadap kerusakan lingkungan. Produksi perlu difokuskan untuk agenda mengurangi jumlah emisi karbon yang dihasilkan. Pengurangan emisi karbon menyebabkan iklim menjadi stabil.
Sebagai negara yang sebagian penduduknya bergantung pada sumber daya alam, keseimbangan iklim dan lingkungan haruslah dijaga. Petani dan nelayan menjadi korban perubahan iklim. Cuaca yang tidak menentu membuat hasil produksi berkurang. Pembangunan akan jauh lebih sulit ketika perubahan iklim mulai melanda.
Oleh karena itu pemerintah tetap perlu menerapkan konsep green growth terhadap pembangunan ekonomi. Penerapan konsep green growth dalam pembangunan ekonomi dapat membantu mengurangi emisi karbon dan mereduksi dampak negatif terhadap lingkungan. Namun, penting juga untuk memperhatikan dampak sosial dan memastikan bahwa langkah-langkah tersebut tidak mengabaikan upaya pengurangan kemiskinan
Apa yang harus dilakukan Indonesia demi mengurangi kemiskinan di tengah perubahan iklim?