Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang saat ini menjadi pandemi global. S
ampai saat ini (24/10/2020) dilaporkan oleh WHO, COVID-19 telah tembus 42 juta kasus di seluruh dunia dan lebih dari 1,1 juta orang dilaporkan meninggal dunia akibat COVID-19. Di Indonesia sendiri dilansir dari satgas COVID-19 tercatat sebanyak 385.980 kasus positif dan akan terus bertambah, dengan total meninggal dunia akibat COVID-19 sebanyak 13.205 orang, dan 309.219 orang dinyatakan sembuh dari COVID-19.
COVID-19 merupakan penyakit yang menyerang system pernapasan, tanda dan gejala umum infeksinya antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Awal kemunculannya, gejala yang ditimbulkan menyerang sistem pernapasan. Akan tetapi, sekarang ini gejalanya sudah bukan menyerang sistem pernapasan saja tetapi juga menyerang sistem pencernaan, salah satunya diare. Akhir-akhir ini diare menjadi salah satu gejala awal COVID-19, lalu mengapa diare juga muncul di dalam gejala orang yang terpapar COVID-19.
Dalam penelitian (Han et al., 2020) yang bertempat di Wuhan, China dari 216 orang dengan COVID-19 diketahui bahwa 67 orang mengalami gejala diare dan 19,4% dari 67 orang tersebut mengalami diare sebagai gejala pertama yang muncul setelah terpapar virus COVID-19. Disebutkan juga didalam penelitian (Tian et al., 2020) yang juga bertempat di Wuhan, China dari 2023 orang dengan COVID-19 yang diteliti, yang memiliki gejala diare sebagai gejala awal COVID-19 hanya 2% dari keseluruhan orang yang diteliti.
Gejala diare ini merupakan gejala yang sering terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa (2%-49,5%). Dengan durasi rata-rata diare bervariasi antara 1 sampai 14 hari, frekuensi diare pada pasien COVID-19 adalah dua hingga sembilan kali per hari, dan 34,3% pasien COVID-19 memiliki tinja berwarna kuning dan juga berair.
Dijelaskan pada penelitian (Han et al., 2020) bahwa diare dapat terjadi dikarenakan virus dapat memasuki sistem pencernaan melalui reseptor di permukaan sel untuk enzim yang disebut angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) yang berada di usus sehingga dinding usus diserang oleh COVID-19, yang memungkinkan adanya peningkatan permeabilitas dan menjadikan fungsi penghalang berkurang,
sehingga menyebabkan lebih mudahnya invasi patogen melintasi area permukaan usus yang luas, dan hal tersebut menjadikan diare sebagai gejala awal COVID-19. Protein ACE2 di dalam usus berfungsi sebagai co-receptor bagi masuknya nutrient ke dalam usus, terutama adalah asam amino dari makanan. Angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) tidak hanya ada di usus tetapi ada di organ lain seperti, paru-paru, arteri, dan ginjal.
Pada penderita COVID-19 dengan gejala diare sebagai gejala yang pertama muncul, memiliki beberapa faktor risiko. Yang pertama, membutuhkan waktu lebih lama untuk melaporkan perawatan medis, sehingga menyebabkan kejadian diagnosis tertunda karena gejalanya tidak dikenali.
Yang kedua, membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghilangkan virus dari dalam tubuh, yakni rata-rata 41 hari sedangkan pada gejala pernapasan rata-rata 33 hari. Yang ketiga, penderita COVID-19 dengan gejala diare memiliki virus dalam fesesnya disebutkan dalam penelitian (Tian et al., 2020) sebesar 73% sampel feses positif terdapat virus COVID-19.
Dalam masa pandemi ini saya merekomendasikan kepada masyarakat mengenali dengan jelas gejala dan mengikuti terus berita tentang gejala baru pada COVID-19, melakukan edukasi bagi diri sendiri maupun kepada orang lain, menerapkan pola hidup sehat juga berolahraga untuk menjaga imunitas tubuh, makan makanan yang bergizi seimbang, dan patuhi segala protocol yang disarankan oleh Pemerintah.
Seperti melakukan proteksi dasar, yang terdiri dari cuci tangan secara rutin dengan alkohol atau sabun dan air, menjaga jarak dengan seseorang yang memiliki gejala batuk atau bersin, menggunakan masker bedah, social distancing, melakukan etika batuk atau bersin, dan berobat ketika memiliki keluhan yang sesuai kategori suspek, menghindari menyentuh wajah terutama bagian wajah, hidung atau mulut dengan permukaan tangan.