Berkah Ramadan tahun ini adalah karena saya masih menjalankan nya di kota perantauan tempat saya mencari ilmu, lalu ditemani kekasih yang sudah bertemu tiga kali dengan Bulan Ramadan secara bersama-sama, adanya dua pertandingan akbar yang dihelat selama Bulan Juni - Juli 2016 yang juga bertepatan dengan Bulan Ramadan 1437H. Seolah menjadi berkah tersendiri bagi saya. Bagaimana tidak, ketiga kesempatan tersebut menjadi kesempatan yang paling tidak bisa dilewatkan. Saya memiliki alasan tersendiri mengapa ketiga hal tersebut menjadi berkah dan paling membahagiakan saat memasuki bulan Juni ini.
1. Menjalankan Ibadah Puasa di Kota Perantauan
Status sebagai mahasiswa perantauan yang sudah memasuki semester 6 menjadi label tersendiri buat saya. Bagaimana tidak, sudah 3 tahun saya mencoba mencari ilmu di kota pelajar, Yogyakarta. Menjadi mahasiswa perantauan pasti memiliki kisah tersendiri di setiap tahunnya. Bahkan, di setiap tahunnya kisah tersebut selalu menjadi kisah yang baru dan menjadi kisah yang begitu menyenangkan. Selain itu, di kota ini juga saya belajar bagaimana menghargai sesama yang tentunya beraneka ragam jadi satu di kota ini. Ada mahasiswa dari Medan, dari Sulawesi, dari Papua, dan bahkan dari luar negeri yang juga ikut merantau serta ingin mencari pengalaman dan membuktikan bahwa Yogyakarta merupakan kota yang berhati nyaman bagi para mahasiswa (perantauan) yang tinggal. Keberagaman inilah yang membuat saya selalu belajar dan memiliki hal yang baru setiap harinya. Saat kita berinteraksi dengan mereka yang berasal dari Sumatera, saya harus menyesuaikan dengan mereka dari mulai gaya berbicara hingga gaya berperilaku mereka. Begitupun dengan mereka yang berasal dari daerah lainnya. Setiap daerah ini memiliki keunikan dan ke-khasan tersendiri. Hal inilah yang membuat saya mengerti bahwa saling menghargai itu indah.
Selanjutnya adalah bagaimana anak perantauan saat sedang puasa di Bulan Ramadan dan penuh berkah ini? Bagi saya, menjalankan ibadah puasa Ramadan adalah satu hal yang sulit saat saya baru mulai menjalaninya. Iya sulit, karena semua kebiasaan dirumah masih terbawa sampai saya masuk kamar kos. Kebiasaan dibangunkan oleh orang tua hingga tersedianya makanan yang beragam baik saat buka maupun sahur menjadi satu kebiasaan yang sulit di tinggalkan begitu saja. Bayangkan saat menjadi anak perantauan yang hidupnya serba sendiri. Dimulai dari bangun tidur hingga tidur kembali yang segala aktifitasnya dilakukan sendiri. Begitupun saat memasuki Bulan Ramadan, bangun sahur lebih akrab dibangunkan oleh alarm yang selalu setia dan tidak pernah absen (kecuali baterai handphone habis), sahur harus keluar untuk sekedar membeli makanan, hingga buka puasa pun kita masih dibingungkan oleh makanan yang mengharuskan saya untuk pergi keluar. Hingga timbul sebuah pertanyaan yang biasa muncul,"Makan apa ya hari ini?".
2. Menjalankan Ibadah Puasa dengan Orang Terkasih
Orang terkasih adalah orang yang tentunya menyayangi dan mengasihi kita. Memasuki usia diatas kepala 2 seperti saya, yang dimaksud orang terkasih bukan hanya keluarga semata. Adalah hal yang sangat wajar apabila saya sebagai lelaki yang sudah memasuki usia yang (cukup) membutuhkan seorang partner yang senantiasa mendampingi saya. Karena buat saya, usia setelah kepala 2 adalah usaha yang tepat untuk memasuki tahap yang lebih serius. Mencari Jodoh.
Tahun ini, saya bersama partner terkasih saya sudah memasuki tahun ketiga. Dimana partner terkasih saya tersebut sudah saya sikat sejak masih semester pertama dan alhamdulillah masih bertahan hingga saat ini. Ditahun ketiga ini semua kebiasaan saat menjalankan ibadan puasa Ramadan semakin unik dan beragam. Partner terkasih yang memiliki hobi memasak tentunya harus memiliki referensi baru setiap harinya. Mencari referensi sebenarnya tidak sulit karena di era modern yang serba cepat ini banyak platform yang bisa digunakan. Seperti, Youtube, dan mbah google sebagai 'empunya' yang paling tahu. Tapi semua itu akan menjadi sia-sia apabila apabila partner terkasih saya menggunakan provider yang bisa dibilang "lelet". Bayangkan apabila saat sedang menonton youtube saja harus buffering. Jadi hilang deh Ramadan asiknya.
3. Menjalankan Ibadah Puasa Sambil Nonton Euro 2016
Euro 2016 merupakan salah salah satu kejuaraan sepakbola Uefa antar belahan Eropa yang dilaksanakan empat tahun sekali. Tahun ini, Prancis berkesempatan menjadi tuan rumah perhelatan akbar sepakbola di benua biru. Dan Euro tahun ini juga bertepatan dengan Bulan Ramadan bagi umat muslim. Euro 2016 menjadi tontonan tersendiri baik bagi seluruh pecinta sepakbola di eropa maupun di dunia termasuk di Indonesia. Ditengah tayangan sahur yang itu-itu saja, Euro 2016 menjadi obat rindu bagi penonton sepakbola dan menjadi hiburan menarik.
Bagi anak kos seperti saya, menonton Euro menjadi salah satu tontonan yang tidak boleh untuk dilewatkan. Meskipun tidak ada televisi di kamar kos dan tidak bisa menyaksikannya secara langsung di layar kaya, tapi saya bisa menyaksikan langsung melalui live streaming. Kenapa saya memilih live streaming daripada harus nebeng nonton ke tetangga? Karena kualitas live streaming lebih bagus daripada harus menonton dari televisi.Tapi kedua-duanya punya masalah tersendiri. Menonton langsung di televisi akan sangat bermasalah apabila antena yang digunakan salah posisi (Begitu teori antena konvensional), sedangkan live streaming bergantung pada kualitas jaringan dari suatu provider penyedia jaringan telekomunikasi. Khawatirkan?
Tenang, saya telah menemukan solusi yang tepat buat kamu pecinta bola atau pecinta youtube untuk mencari resep memasak seperti partner terkasih saya. Sekarang sudah jamannya anti-lelet dimana jaringan 4G sudah mulai tersebar di negeri tercinta Indonesia. Persaingan provider dalam mengghadirkan jaringan dengan kualitas yang baik membuat saya memiliki banyak pilihan. Dan pilihan tersebut jatuh kepada Smartfren yang sudah memiliki jaringan 4G LTE tanpa janji manis. Jaringan 4G LTE Smartfren sudah teruji apalagi buat live streaming Euro 2016 dan buat nonton youtube. Tanpa Buffer loh!