Lihat ke Halaman Asli

nasti lamag

Ibu Rumah Tangga

Menelusuri Jejak Perang Dunia di Jalur Death Railway Kanchanaburi, Thailand

Diperbarui: 26 Februari 2020   16:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

River Kwai Bridge ,Kanchanaburi Province| Dokumentasi pribadi

Sebagai negara yang tidak pernah dijajah oleh negara manapun bukan berarti Thailand tidak terlibat dalam perang dunia.

Di kala perang dunia ke 2 pecah September 1939, Thailand mengambil sikap netral walaupun sekutu (Perancis dan Inggris) sangat berharap agar Thailand mendukung rencana mereka untuk menghambat Jepang menguasai Pasifik.

Pada Januari 1942 Thailand memilih bersekutu dengan Jepang namun saat kekalahan Jepang, Thailand malah menjadi sekutu Amerika.

River Kwai Bridge ,Kanchanaburi Province| Dokumentasi pribadi

Diorama kerja paksa jalur kereta| Dokumentasi pribadi

Saat bersekutu dengan Jepang, militer Jepang membangun jalur kereta api untuk kepentingan perang yang menghubungkan Thailand dengan Burma yang terkenal dengan nama Death Railway.

Jalur sepanjang 415 km ini dibangun hanya dalam waktu satu tahun, membuka jalur kereta di medan-medan yang menantang dengan alat-alat sederhana dikerjakan oleh 61.000 tahanan perang Jepang di Asia (Allied Prisoners of Wars) yang berasal dari negara Australia, Inggris, Belanda, India, Selandia Baru, dan Kanada yang tertangkap pada masa perang.

Sekitar 250.000 masyarakat Asia ikut terlibat dari praktek Romusha ini.

Mengapa disebut Death Railway? Karena jalur kereta api ini banyak memakan korban jiwa. 

Diperkirakan sekitar 13.000 tahanan perang dan 90.000 warga sipil meninggal dengan kondisi mengerikan karena wabah penyakit kolera dan kelaparan hebat di kamp-kamp tahanan akibat dari praktek kerja paksa dan penyiksaan tentara Jepang.

River Kwai | Dokumentasi pribadi

6.982 korban yang dimakamkan di Kanchanaburi, barisan nisan Allied Prisoners of Wars (POW) di Kanchanaburi War Cemetery menjadi bukti kekejaman praktek Romusha Jepang selama pembangunan jalur kereta ke Burma.

Pemakaman terlihat rapi mirip pemakaman di Eropa pada umumnya yang hanya terlihat batu nisan dan rumput yang hijau, sangat hening hari itu tapi cukup membuat merinding membayangkan bagaimana hari-hari terakhir mereka yang penuh penderitaan.

Hari itu saya mencoba menyusuri nisan satu persatu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline