Lihat ke Halaman Asli

Nasrun Aminullah Muchtar

Muballigh Jemaat Ahmadiyah Indonesia

Keyakinan, Akal, dan Pengadilan Akhirat

Diperbarui: 16 Desember 2020   16:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Yaumil Mahsyar (Sumber: Pinterest)

Dalam sebuah sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam dikatakan bahwa orangtua berpotensi menentukan apakah seorang anaknya akan beragama Islam, Kristen atau Majusi.Pernyataan tersebut secara umum ingin menunjukkan bahwa sebagian besar orang akan berkeyakinan sesuai dengan keyakinan orang tuanya. Istilah singkatnya agama keturunan.

Terlepas dari apapun keyakinannya, seseorang yang dilahirkan dari orangtua yang suka mencaci maki, maka ia akan merefleksikan kepada anaknya kebiasaan untuk mencaci maki. Orangtua yang mencontohkan perilaku santun, maka anaknyapun akan meniru perilaku santun.

Disini bukan untuk membahas masalah keyakinan agama apa yang paling benar? Karena setiap orang pasti akan merasa bahwa keyakinan agamanya masing-masinglah yang paling benar. Karena saya menganut agama Islam, maka titik sudut pandang saya dari agama Islam.

Berdasarkan kajian saya, secara umum semua agama mengajarkan umatnya untuk berbuat kebaikan, hal ini tercermin dari setiap ayat-ayat yang kita dapati dalam semua Kitab Suci Samawi.

Yang sangat penting daripada sekedar sebuah keyakinan adalah perilakunya atau akhlak. Karena agama itu hanya merupakan sebuah sarana kendaraan untuk menuju kepada Tuhan. Dan tujuan diutusnya setiap Utusan-Nya ke dunia ini adalah sebagai pembimbing untuk memperbaiki akhlak umat manusia.

Dalam kehidupan, selain pengaruh dari orangtua, lingkungan juga berperan besar membentuk watak dan keyakinan seseorang. Sebagai contoh, seorang anak yang hidup di lingkungan penggosip cenderung akan menjadi penggosip.

Seorang anak tinggal di lingkungan yang suka mengajarkan tentang paham kekerasan maka ia akan mempraktekkan ajaran yang ia dapatkan. Seseorang yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang otoriter cenderung akan menjadi otoriter pada masa dewasa.

Sebaliknya seseorang yang dibesarkan dalam sebuah keluarga yang demokratis cenderung akan menjadi seorang demokratis. Seseorang yang hidup di lingkungan agamis, maka ia cenderung berprilaku agamis.

Inilah makna ungkapan kalimat dari Dorothy Law yang menyatakan "children learn what they see and live".

Contoh-contoh di atas hanya untuk menunjukkan betapa dahsyatnya pengaruh orang tua dan lingkungan terhadap keyakinan seseorang. Kecuali seiring berjalannya waktu, sesorang bisa saja berubah sudut pandangnya karena banyak belajar dari perjalanan kehidupan, sehingga ia menjadi orang yang berpengetahuan luas dan bersikap dewasa dalam menyikapi segala sesuatu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline