Lihat ke Halaman Asli

Berkisah di Era Milenium

Diperbarui: 30 September 2018   17:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mampir ke Bandung dari Jogyakarta . Bertemu dengan keponakan yang usianya sekitar 7 tahun. Dia sudah menunggunya, ingin diceritakan tentang sejarah Indonesia. Ku ceritakan tentang pangeran Diponegoro dan Tuanku Imam Bonjol. Agar lebih menarik, disiapkan Atlas Indonesia dan google search  engine untuk mencari gambar yang berhubungan dengan Diponegoro dan Imam Bonjol .

Ini era milenial. Bagaimana membangun ketertarikan anak kecil  pada sejarah? Fitrah anak ingin mendengarkan cerita. Daya jangkau fisiknya terbatas tapi imajinasi dan keingintahuan tak ada yang bisa membatasinya. Itulah yang membuat bercerita bagian pendidikan yang berlaku sepanjang masa. Kadang sebuah cerita terbawa ke alam mimpi sang anak. Jangan pernah melewatkan masa kecil anak tanpa cerita dari orangtuanya. Inilah momentum dasar menanam ketertarikannya pada alam, lingkungan dan ilmu .

Saat bercerita sosoknya, apakah sudah ada di pecahan uang rupiah? Bila ada gunakan pecahan uang rupiah. Lebih berkesan bukan? Saat bercerita tempat kelahirannya, ambilah peta atau  google maps. Saat bercerita perjalanan keilmuan dan perjuangannya. Gunakan google maps. Visual tempat kelahiran dan perjalanan para pahlawan menjadi lebih tergambar dengan sempurna. Baik pulau, propinsi, kota maupun daerahnya .

Bila filmnya sudah beredar. Gunakan Youtube. Cari potongan filemnya. Sarana visual dan audio harus dioptimalkan secara maksimal.  Era Ini, lebih mudah mengajarkan anak pada sejarah. Saat pangeran Diponegoro menyusun kekuatan di Goa Secang di bukit Selarong, tinggal unduh gambarnya. Saat Diponegoro di penjara di Benteng Rotterdam Makassar, tinggal diunduh gambarnya di google .

Mengajarkan sejarah harus mengasah keingintahuan. Buat pertanyaan yang tak terduga. Seperti mengapa Diponegoro dan Imam Bonjol berpakaian putih? Mengapa mereka diasingkan ke Manado? Mengapa kapal yang membawa mereka singgah dulu ke Ambon? Apa pun jawabannya harus diterima dan didukung. Kita tidak sedang melatih jawaban benar-salah, tetapi sedang merangsang daya pikir, daya kritis dan keberanian mengungkapkan pikirannya .

Ungkap juga kisah masa kecil para pahlawan. Seperti, hobinya, kebiasaannya, liku-liku masa kecilnya agar sejak kecil sudah memiliki identitas diri untuk membentuk jati dirinya. Kisah Diponegoro cukup komplit untuk diceritakan masa kecilnya. Karena saat bayi Diponegoro dibawa ke Sultan Jogyakarta, sang Sultan sudah melihat tanda kebesaran dan kepahlawanan Diponegoro dari ramalan Jayabaya. Begitu pula masa kecil Diponegoro yang berada di luar Istana. Hidup bersama masyarakat biasa. Merasakan penderitaan dan kepedihan, juga belajar dengan para kiyai sebagai Santri .

Lebih seru lagi, buatlah drama peperangan Diponegoro bersama anak. Bagaimana berkelahinya, Bagaimana menunggang kudanya. Bagaimana meneriakan takbirnya. Lakukan bersama anak, seolah sang anak ikut hadir dalam perang Sabil  tanah Jawa. Tentu saja suasana rumah akan lebih hidup dibandingkan hanya menonton televisi di rumah .

Di akhir cerita, saya ungkap cerita masuknya Islam di Indonesia sebelum peperangan Diponegoro melalui perdagangan. Saat saya pulang, saya beri keponakan beberapa rupiah dengan penegasan bahwa uang itu bukan untuk jajan atau ditabung tetapi sebagai modal untuk berdagang. Mengajarkan sejarah sambil mempraktekkannya. Sang keponakan tidak saja diajarkan kebijaksanaan sejarah tetapi juga menjadi pengusaha. Begitulah cara memadukan kemilenialan dengan cerita sejarah pada anak kecil .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline