Lihat ke Halaman Asli

Buya Hamka, Rekonstruksi Sejarah Islam Nusantara

Diperbarui: 26 Agustus 2018   20:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apa makna sejarah? Mungkin banyak yang tak tahu dan tak peduli. Bila ingin tahu, belajarlah pada Sultan Agung dari Mataram. Bagaimana dia mengokohkan legitimasi dan supermasi dengan mengrekonstruksi sejarah dirinya.

Sastra Gending sebuah filsafah hidup yang ditulisnya. Salah satu isinya tentang silsilah keturunannya dari Nabi Adam, Nabi Syits. Bukan itu saja dibangun silsilahnya dari Sang Hyang Nur Cahaya, Nur Rasa, Nur Wening termasuk keturunan Batara Guru, Sang Hyang Tunggal dan Arjuna. Tidak sampai disitu ada hubungannya juga dengan Hayam Wuruk dan Brawijaya.

Dengan jalan rekonstruksi sejarah ini maka keagungan pribadi Sultan Agung menjadi sangat sempurna untuk menundukkan jiwa, perasaan dan pemikiran rakyatnya yang banyak menganut Islam dan Hindu.

Fitrah manusia sangat antusias pada kebaikan. Dan berterimakasih dan menghargai setiap jasa kebaikan. Bahkan siap berkorban demi yang memberikan kebaikan. Sisi fitrah inilah yang dimainkan oleh sejarah. Ideologi apa yang akan diperjuangkan? Kebaikan apa yang ingin ditumbuhkan sekarang dan esok?

Fitrah manusia ingin mencontoh. Menemukan tauladan, semangat hidup, membangun cita-cita dari para pendahulunya. Bersikap dan berkarya dari orang terdahulu yang sudah sukses menciptakan karya. Disinilah peran sejarah dimainkan. Proses identifikasi diri dan masyarakat terhadap keberhasilan masa lalu. Membangun harga diri pun bisa dimulai dengan menelusuri jejak nenek moyangnya. Inilah peran sejarah.

Ada 3 buku Sejarah karangan Buya Hamka yang saya ketahui yaitu Tuanku Rao, Sejarah Umat Islam dan Dari Perbendaharaan Lama. Mengapa Buya Hamka tertarik menulis sejarah padahal dia seorang ulama yang budayawan? Salah satu tujuannya adalah merekonstruksi sejarah dan mengambil api sejarah.

Dalam bukunya Tuanku Rao, beliau menangkis tulisan tentang sedikitnya peran ulama dalam perang Paderi. Hamka membeberkan perjuangan dan bagaimana ulama membangun khusus di tanah Minangkabau.

Dalam bukunya Sejarah Umat Islam, Hamka mengangkat peran Islam dalam membangun peradaban di daerah Timur seperti Iran, India, Afghanistan dan Asia Tengah. Padahal menurut Hamka, perkembangan umat Islam di Indonesia sangat dipengaruhi dari daerah ini. Kajian perkembangan Islam di Timur merupakan buku pertama yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Pertanyaan Hamka, mengapa pemerintah kurang memperhatikan pertumbuhan Islam di Timur melalui kurikulum di sekolah?

Menurut Hamka, rujukan buku sejarah dan buku Sejarah yang beredar saat itu, kebanyakan bukan yang beragam Islam. Efeknya, pembaca tidak merasakan penghayatan jiwa. Agama penulis mempengaruhi gaya penulisannya.

Dalam bukunya Dari Perbendaharaan Lama, Hamka ingin merekonstruksi sejarah Islam di Indonesia. Hamkalah yang beragumentasi bahwa Islam telah hadir di abad 7 Masehi. Atau abad pertama kehadiran Islam melalui catatan sejarah Tiongkok tentang kerajaan Kalingga dan adanya kampung Arab di pesisir Barat Sumatera. Ahli Sejarah Islam dari Princeton University di Amerika pun meneguhkan hal ini.

Mengapa Hamka tetap menuliskan sejarah Islam Nusantara padahal sudah ada yang menuliskan? Menuliskan sejarah harus dengan cinta. Dengan cintalah masa lampau akan meninggalkan jejak yang mendalam untuk menghadapi zaman sekarang dan akan datang. Karena rasa hati dan suka duka kita sekarang adalah rasa hati dan suka duka yang telah ditinggalkan nenek moyang untuk kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline