Media massa dan media sosial seperti tak pernah berhenti bertarung wacana. Sesekali hingga seringkali, keduanya malah saling mengintip, saling mengisi, dan saling bertukar wacana.
Apa yang viral di media sosial bisa menjadi berita utama di media massa. Begitupula sebaliknya, yang diangkat media massa, bisa saja dalam waktu sebentar, sudah viral di media sosial.
Keduanya, media massa dan media massa, seolah ditakdirkan untuk bersisian jalan sekaligus bersimpang jalan dalam waktu hampir bersamaan. Satu lagi, berita - berita media massa juga disalurkan oleh akun media - media sosial milik media massa tersebut.
Hampir semua media massa memiliki akun facebook, twitter, instagram, hingga kanal youtube. Artinya apa, media massa pun bermain di arena media sosial.
Bahkan, tulisan dan komentar para akademisi dan "pengamat" langganan media juga tak luput dibagikan link berita komentar - komentar dan opininya di media massa ke media sosial. Dengan demikian, media sosial seperti muara dari segala wacana yang disebarkan akademisi, media massa, dan media sosial itu sendiri.
Pertanyannya kemudian, lalu kenapa jika demikian peran media sosial tersebut?
Jawaban sederhananya adalah pertanyaan mengenai kontrol dan kendali wacana yang ada.
Memahami Setting Agenda Media
Lazim diketahui bahwa media massa memiliki "setting agenda" sendiri. Tak ada media massa yang luput dari kepentingan. Baik itu kepentingan ideologi, politik, hingga ekonomi. Olehnya, media sosial yang dijadikan saluran berbagi oleh media massa sesungguhnya juga adalah alat penyebaran kepentingan dari media massa tersebut. Dengan demikian, para pengamat, akademisi, atau siapapun itu, yang menyebarkan berita yang terkait dengannya ataupun memuat komentarnya, melalui akun media sosialnya sendiri sebenarnya juga secara tak langsung menjadi "agen" penyebar "kepentingan" dan "setting agenda" media.
Praktek menjadi "agensi media" di atas tentu juga disertai dengan "negosiasi" alih - alih sepenuhnya terdominasi oleh kepentingan media. Namun, jika itu terjadi tanpa kesadaran negotiatif, apatahlagi tidak disertai strategi dalam mengontrol dan mengendalikan wacana media, maka agen penyebar berita itu hanya menjadi "alat kepentingan media" semata.
Pada titik ini, praktik melakukan "seleksi" menjadi penting. Berita yang manakah yang perlu dibagikan dan berita yang mana tidak perlu dibagikan? Dan, atas dasar apa?