Lihat ke Halaman Asli

Nasrullah Ali Fauzi

Penulis lepas, tinggal di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia

Dari Ladang sampai Menara Gading

Diperbarui: 16 Desember 2023   22:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelajar CLC di ladang sawit (Sumber: dokumen pribadi)

Anak muda itu bernama Muh. Asdar --biasa dipanggil Asdar. Penampilannya keren dan "hensem", kata gadis Malaysia. Ia lahir pada 25 November 1997 di sebuah ladang sawit di Kinabatangan, Lahad Datu, Sabah, Malaysia (sekitar 400-an kilometer dari Kota Kinabalu). Ayahnya Muh. Nur, ibunya Hartati --keduanya berasal dari Makasar. Ketika berusia setahun, Asdar sudah ditinggal ayah kandungnya yang entah pergi ke mana. Sejak itu, Asdar tinggal bersama ibunya yang berstatus sebagai pekerja di ladang tersebut.

Belum lama ini, saya sempat berkomunikasi dengan penggemar main futsal itu. Ia bercerita bahwa pada Juli 2023, dirinya baru saja menyelesaikan studi masternya (Strata 2) dalam bidang Teknologi Pendidikan di Universitas Pelita Harapan (UPH), Jakarta. Pada 2021, gelar sarjana (Strata 1) juga sudah diraihnya dari Universitas Padjadjaran, Bandung, jurusan Hubungan Internasional. Kedua program tersebut diselesaikannya dengan bantuan beasiswa dari Pemerintah Republik Indonesia.

Di sela-sela kesibukannya berkuliah, Asdar juga sangat aktif dalam beberapa kegiatan positif. Di antaranya di Ruang Prestasi Yayasan Pandu Pertiwi (Januari 2021-sekarang), pernah magang di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur (2020) dan Konsulat Republik Indonesia (KRI) Tawau (2019). Paling bergengsi mungkin adalah ini: pernah menjadi Staf pada Gugus Tugas Percepatan Proyek Strategis Nasional, Kantor Staf Kepresidenan RI di Jakarta (Juli-Agustus 2023).

Siapa, sih, Asdar? Hebat sekali anak muda ini. Jangan kaget: dia ternyata alumni Community Learning Center (CLC) jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Ladang Permodalan 1 (2006-2014), yang terletak di ladang tempat dia lahir. Kemudian, dengan mendapatkan beasiswa afirmasi pendidikan menengah (Adem) dari Pemerintah RI, dia melanjutkan pendidikan jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Permata Insani Islamic School (2014-2017), Banten.

CLC merupakan tempat belajar sederhana ala kadarnya bagi anak-anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) kelahiran Sabah, untuk jenjang SD dan SMP. Ia dibentuk khusus untuk membantu pelayanan pendidikan bagi anak-anak PMI yang tinggal bersama orang tuanya yang bekerja di berbagai ladang sawit di seluruh Sabah.  Ini adalah produk lanjutan dari hasil kerjasama dan kesepakatan yang baik antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia dalam bidang pendidikan, yang dilegalkan pada 25 November 2011 --kemudian disepakati sebagai tanggal lahirnya CLC di Sabah.

Sebelumnya, pada 1 Desember 2008, Pemerintah Malaysia sudah lebih dahulu mengizinkan pendirian Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) untuk tujuan yang sama. Di Sarawak, sebuah negeri lain di Malaysia Timur, CLC juga sudah diizinkan beroperasi mulai Januari 2016 untuk jenjang SD. Jadi sampai kini, menurut data di SIKK sebagai sekolah induk, terdapat 238 CLC di Sabah dan 58 CLC di Sarawak, dengan jumlah total muridnya 15.244 pelajar jenjang SD dan 5118 pelajar jenjang SMP.

Asdar memang alumni CLC yang berhasil. Tapi dia bukan satu-satunya. Sudah ada sekitar 3000-an alumni CLC lain dari Sabah yang juga berhasil melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA, SMK, Diploma dan S1 di berbagai lembaga pendidikan di seluruh Indonesia. Semua mereka peroleh setelah melalui proses panjang penuh perjuangan yang tak ringan, di bawah  bimbingan dan dukungan guru-guru andalan, apalagi tinggal di ladang-ladang yang sarat tantangan.

"Inilah memang tujuan utama Pemerintah Republik Indonesia mendirikan SIKK dan CLC di Negeri di Bawah Bayu ini, yakni memberikan layanan pendidikan dasar untuk anak-anak PMI dan kemudian memberikan beasiswa dan kemudahan untuk mereka melanjutkannya ke jenjang lebih tinggi di Indonesia," kata Rafail Walangitan, Konsul Jenderal Republik Indonesia Kota Kinabalu dalam sebuah sambutannya.

Kurikulum, sistem pendidikan dan peraturan pelaksanaan pendidikan di SIKK dan CLC sama persis seperti yang diberlakukan di Indonesia. Guru-guru profesional dari Indonesia didatangkan oleh Pemerintah untuk membantu guru-guru yang ada. Tidak ketinggalan juga pengiriman dana bantuan operasional tahunan yang jumlahnya tidak sedikit untuk kelancaran proses pembelajaran dan pengajaran di tempat-tempat pelayanan pendidikan tersebut.

Apa yang sudah dilakukan Pemerintah Indonesia melalui SIKK dan CLC itu membuat Encik Zulkifli sangat merasa kagum. Menurut Guru Sejarah di salah satu Sekolah Kebangsaan Malaysia  di Kundasang itu, anak-anak PMI di Sabah sangatlah beruntung dengan perhatian yang sangat besar dari pemerintah.  "Tanpa pelayanan pendidikan itu, bisa dibayangkan bagaimana kondisi mereka. Bisa jadi mereka sangat potensial menimbulkan gejala sosial yang pasti akan merugikan semua pihak," tegasnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline