Lihat ke Halaman Asli

Nasrul

nasrul2025@gmail.com

Sopir Angkot Pahlawan Kami, Malaikat yang Tidak Bersayap

Diperbarui: 16 November 2020   17:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi angkot khas kutacane, Aceh (dok.pribadi)

Keluarga kecil kami mendapat musibah yaitu anak  kami terkena penyakit cacar, sehingga istri saya mengatakan bahwa anak kami harus segera di bawah ke dokter spesialis anak, jarak antara rumah kami dengan tempat praktek dokter spesialis  sekitar 30 km lebih, karena kami tinggal di desa sedangkan tempat praktek di kota.

Dengan sepeda motor kami berangkat ke kota. Kami berangkat sekitar jam 4 sore setelah shalat anshar, walaupun cuaca sangat mendung, kami tetap berani berangkat dengan harapan hujan tidak turun.

Cuaca di sore hari  saat itu benar-benar mendung mau hujan, dan tidak berapa lama kemudian hujan pun turun. Hujan turun kami sudah berangkat sekitar setengah perjalanan.

Pertama-tama hujan hanya gerimis tapi lama-kelamaan semakin lebat, sehingga mantel yang kami gunakan tidak bisa menutupi anak di atas sepeda motor. Akhirnya kami berinisiatif untuk istri naik angkot saja. Karena naik angkot bisa aman dari hujan. Kami hanya kepikiran tentang buah hati sebab sedang demam.

saya tetap berangkat naik motor, lengkap dengan mantel hujan. Saya pakai mantel hujan supaya air hujan tidak kena baju semua. Tapi apa daya hujannya sangat lebat, akibatnya hujan yang saya pakai sia-sia, tidak mampu menahan air hujan semua

saya yang berkendara dengan sepeda motor lebih cepat daripada angkot, sebab angkot berhenti  dan jalan dengan naik atau turunnya penumpang.

Akhirnya saya yang duluan sampai di tempat praktek dokter di kota mencoba menunggu istri yang naik angkot. Di tempat saya menunggu istri hujan masih lebat maka saya mencoba mencari tempat teduh yang kebetulan ada di depan praktek dokter.

Sekitar 30 menit saya menunggu tidak ada tanda-tanda angkot yang di naiki istri lewat, sedangkan hari semakin malam. Di situ saya mulai berdoa semoga semua baik-baik saja. Jujur saya sangat gelisah, karena saya takut kehilangan dua orang yang cintai yaiitu istri dan anak.

Jam hampir menunjukkan jam 5 sore tiba-tiba telepon berdering, ternyata itu no HP pak sopir yang menanyakkan di mana posisi tempat praktek dokter, sebab istri tidak mengetahui pasti di mana posisi praktek karena hujan lebat.

Saya yang mencoba memberitahu kepada pak sopir, pak sopirnya tidak mengerti. Oleh karena itu, saya mencoba menyuruh pegawai praktek dokter untuk berbicara pakai bahasa alas dengan pak sopir. akhirnya pak sopir paham dan segera mengantar istri dan saya ke tempat praktek dokter.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline