Lihat ke Halaman Asli

Nasruddin Leu Ata

Pengangguran Berbakat

Hidup Tanpa Smartpone adalah Omong Kosong

Diperbarui: 12 Agustus 2024   16:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi ponsel genggam (pixabay) 

Manusia punya dua seragam yang menutupi tubuhnya, pertama sebagai mahkluk biologis (tubuh privatnya) dan kedua sebagai mahkluk sosiologis (tubuh publiknya).

Sebagai mahkluk biologis, dengan atau tanpa smartpone manusia akan terus hidup sebab ketergantungannya pada nadi dan napas. Namun hidup sebagai mahkluk sosial itu omong kosong kalau bisa hidup tanpa smartpone. Kecuali memang dari lahir  kamu tidak perna melihanya dalam bentuk apapaun, alias terkunci dengan dunia luar.

Kita semua pemobohong

Dalam era dengan perubuhan capat yang tak terkendali ini atau dikenal dengan istilah disrupsi,  manusia adalah pendusta yang handal.

Kebohongan menjadi entitas yang menyatu dengan napas dan nadi kehidupan. Kebenaran hanya datang seperlunya dan keyakinanlah yang menjadi domain utama pada tindak tanduk manusia modernd. Dengan kata lain apa yang dia yakini itu yang benar dan hal-hal yang di luar dari itu adalah salah.

Dikatakan demikian, karena hidup dalam era dengan dunia yang sengaja dialihkan dari nyata ke maya ini, semua kita adalah pembohong. Dalam dunia maya atau oleh oleh Jeans Baudrillard menyebtnya"simulakra" kita adalah kemampuan manipulasi fakta dengan membuat semacam rekayasa yang tidak selalu merepresentasikan kenyataan yang sesungguhnya.

Bahkan realita yang dipertunjukkan sebenarnya realitas semu namun dengan bantuan kecanggihan teknologi media informasi dikonstruksi dan diframing seakan-akan nyata adanya.

Orang yang mengenal saya melalui postingan saya di sosmed berpikir saya adalah pimikir atau si paling analis dan responsif. Padahal saya tidak secanggih itu, saya hanya pegawai kantoran yang hanya mau menulis apa yang mau saya tulis.

Saya hanya mau mencitrakan diri saya sesuai apa yang saya mau. Saya bisa menjadi orang bijak, orang baik yang taat agama, dan apa pun yang membuat saya senang. Saya bebas mencitrikan rupa apa diri saya di kehidupan maya itu.

Lagipula simulakra adalah dunia tipu-tipu, kepura-puraan, dan kepalsuan namun dicitrakan oleh media seakan-akan realitas yang sesungguhnya. Tujuan dari simulakra adalah membentuk opini publik supaya sesuai dengan pemilik agenda setting itu sendiri.

Jadi berhenti bilang kalau bisa hidup tanpa smartpone, dunia mu sudah dipindahkan ke sana. Pertanyaanya sekarang bukan bisa apa tidak bisa hidup tanpa smartpone melaikan bisa tidak kita menyesuaikannya dengan kebutuhan hidup kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline