Lihat ke Halaman Asli

Denting Gadis

Diperbarui: 16 Mei 2016   08:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gadis tidak lagi takut pada hujan. Rerintik yang menderas menyisakan khidmat di langit malam. Roknya layu terkena air. Basah dan kotor.  Sepatu hak tingginya turut basah dalam genangan. Membuat lembab di bagian kaki. Dingin menyisir tubuh, angin meniupkan ruh malam.

Masih di malam yang sama, Gadis berjalan tenang dalam hujan. Menikmati setiap guyurannya dan melantunkan nyanyian bisu. Gadis berjingkrak menuju rumah, menuju bilik yang selalu menawarkan kenyamanan dan kehangatan.  Tidak  mewah memang, hanya sebuah ruang sempit berantakan tapi cukup lowong untuk sekedar merebahkan tubuh. Dan Gadis menyukai itu. Baunya menerbitkan rindu.

~0`0~

Gadis selalu sendirian. Bukan karena dia tidak berkawan, tidak sama sekali. Kawan Gadis terlalu banyak, hingga sulit baginya menemukan satu yang bisa memahami dirinya.  Yang bisa membaca gerak lakunya. Yang bisa membaca binar matanya. Aneh bukan? Inilah realita. Terlalu sulit menemukan jarum dalam jerami.

Gadis menarik napas panjang, menekur dalam diam. Berdiri menatap rak-rak buku kepunyaannya, juga file-file diarinya. Ada mimpi dan kisah yang terpaut disana. Mimpi, impian, dan cerita. Gadis, jelita yang manis, bergulat dalam kalut pikiran tentang mimpi dan impian.

Suatu sore kala gerimis masih menyetubuhi bumi dan beburung masih bertengger di dahan yang basah, Gadis keluar dari biliknya, menembus tirai berair, lalu menengadahkan wajah, menikmati hujaman air yang kontan  melumerkan bedaknya. Luntur, habis, hingga tandas. Kilas mimpi kembali berderet dalam ingatannya. Timbul tenggelam menyisakan sesak yang juga sembunyi-sembunyi menikam hati.

Seperti di hari ini dan di hari-hari lain kala hujan memeluk bumi, Gadis larut dalam hening dengan hati yang campur aduk. Runtuhan ingatan dan kenangan meluruh begitu saja. Kenangan tentang kisah, tentang cerita, tentang dogma, dan tentang janji, menggumpal lalu memadat, membebani hingga berat dan penat. Gadis tetap tenang menelusuri sore yang beralih malam dan pesona gerimis. Biarlah pikiran berkalutan. Biarlah lembayung tertutup mendung. Lalu hati yang sibuk mendendangkan lagu sedih tak kepalang.

Gadis memilih maju  dalam renung. Juga dalam menung. Gadis manis yang malam ini kuyup karena hujan jatuh untuk mencintainya.

~0`0~

Sepi itu apa?

Nyanyian rindu dalam musim kesunyian dan senyap?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline