Mengunjungi kapal layar yang sedang berkeliling dunia di jaman serba digital ini tentu memberi kesan tersendiri. Begitulah kesan ketika mengunjungi kapal layar latih milik angkatan laut mexico BE Cuauhtemoc yang bersandar di singapura minggu lalu.
Saya mengajak anak saya yang tidak pernah berjumpa kakeknya untuk mengenal bagaimana almarhun kakeknya yang dulu perwira angkatan laut pernah juga berkeliling dunia dengan kapal layar latih dewa ruci selagi taruna. Kapal layar dewa ruci sudah pensiun karena dia dibuat tahun 1953 dan penggantinya kapal layar latih Bimasakti yang konon lebih besar dan lebih canggih masih dalam proses pembuatan di spanyol dan baru akan tiba di Indonesia bulan Oktober 2017.
Kapal layar mexico BE Cuauhtemoc ukuran 1800 ton panjang 67.16 m lebar 11.99 Mampu mengangkut 186 awak kapal dan sebanyak 90 kadet. Tahun ini kapal layar buatan 1982 ini menjalani ekspedisinya yang ke 17 berlabuh di 13 negara mengarungi Samodra Atlantik, Samodra Hindia, dan Samodra Pacific.
Melihat route kapal layar ini berlayar berbulan bulan dari satu tujuan ke tujuan berikutya. Tentu mencekam melewati lautan yang begitu besar seperti samodra atlantik, samodra pasific, samodra hindia, hanya dengan kapal layar semacam ini.
Bagaimana kalau dilanda gelombang besar di tengah samodra yang luas. Salah satu foto yang didisplay ketika berkunjung ke kapal ini adalah gelombang yang begitu tinggi melewati lambung kapal ini. Bagaimana mereka mengatur layar ditengah amukan gelombamg kalau ombak saja bisa masul ke geladak kapal.
Begitulah pertanyaan yang berkecamuk dalam hati saya yang memang tidak punya latar belakang kehidupan sebagai pelaut. Barang kali itu pula maksudnya kapal semacam ini di gunakan sebagai kapal latih untuk para kadet angkatan laut. Mereka ikut dalam pelayaran ini untuk bertransformasi menjadi pelaut sejati. Bukan saja menghayati kehidupan sebagai pelaut tetapi juga menikmatinya karena itulah pilihan hidupnya. Bagi pelaut ketika ada ajakan untuk berlayar lebih jauh ke tempat yang lebih dalam tentu merupakan tantangan. Bagi nelayan mungkin ia akan memperoleh daerah tangkapan baru sementara bagi pelaut ia akan memperoleh keahlian untuk menangani kapal ditempat yang lebih berbahaya. Ya kapal kan bukan dibuat untuk bersandar dengan nyaman di pelabuhanpepatah mengatakan" comfort zone is a beutiful place but nothing ever grow there ".
Tetapi orang selalu bicara keluar dari comfort zone itu melulu tentang pengembangan kualitas diri dan susahnya itu selalu dipandang dari kacamata ekonomi. Bagaimana kalau kita memandang dari segi rohani. Bagaimana kalau kita keluar dari zona nyaman rohani kita dan melakukan sesuatu yang lain dan membawa pertumbuhan rohani yang luar biasa dan kebaikan bagi orang lain.
Misalnya kita selalu menyapa dengan ramah dan akrab kalau ketemu orang yang seiman. Bagaimana kalau kita juga menyapa orang yang tidak seiman dengan ramah dan akrab pula.
Sebelum makan kita berdoa dan bersyukur atas rejeki yang Tuhan berikan kepada Kita, bagaimana kalau kita juga berdoa juga untuk mereka yang menghadapi kesulitan dalam hidupnya sehari hari.
Tiap hari kita berdoa agar kepentingan kita di kabulkan Tuhan, bagaimana kalau kita berdoa juga untuk kepentingan orang lain.
Biasanya kita berdoa untuk orang orang yang kita sayangi keluarga kita, kerabat kita, teman teman kita. Bagaimana kalau kita mulai berdoa untuk orang yang tidak kita sukai atau yang memusuhi kita.