Lihat ke Halaman Asli

Melacak Banda (2)

Diperbarui: 11 Februari 2018   13:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari atas puncak gunung api. Dok.pribadi

Nafas pagi bergerak. Ombak memukul karang. Bulan perlahan mengikuti. Bayangan pohon masih belum terlihat. Tapi daun telah jatuh seakan tak mau berlama-lama layu dengan dahannya.

Kejadian daratan. 

01.00 dinihari, KM Pangrango melepas jangkar dari Pelabuhan Yos Sudarso Ambon. Kapal akan menuju Pulau Banda. Akibat gelombang yang tinggi, sebagian penumpang ke Tenggara diturunkan. Jadwal kapal reschedule. Kapal bercat kuning putih itu melaju ke bagian Selatan Ambon.

Dari anjungan, pipi kapalnya kasmaran dengan ujung-ujung gelombang. Kapal besi itu berbanting. Lumba-lumba berparade dibelakanganya, seperti para tentara lagi berbaris apel siaga. Udara dalam kabin kapal tak sesak. Ruang-ruang deck tempat tidur penumpang banyak yang kosong.

Tim kami di deck: 2/101-A. Pelayanannya pun sekelas maspakai Garuda. Sementara dari tiap-tiap rusuk gelombang, ikan malam menari didalam semburan lampu kapal. Kemudi nahkoda tetap stabil. Memutar pelan. ABK tetap standby. 14 jam tiba di Banda. Ini waktu yang tidak biasa. Biasanya 12 jam saja jarak tempuhnya.

Kejadian laut

Suara sirene kapal berbunyi, malam telah berlalu. Siang telah datang. Welcome Banda Island.  Banda kota pulau. Menyimpan rindu dalam cinta. Ada 10 pulau yang membentuk sebuah cincin melingkari pusatnya, Neira. 10 pulau selain Neira adalah Banda Besar, Gunung Api, Nailaka, Hatta, Syahrir, Run, Ay, Manukang dan Karaka. 

Jika dari Ambon, kita akan temukan dulu Pulau Manukang. Pulau ini tidak berpenghuni. Candaku,"masak tidak ada penghuni. "Iya, panee, seng ada."kan burung, pohon-pohon disana ada to? " iya ada." Lha itu kan juga penghuni to... Heheeh."

Kemudian sebelah kanan badan kapal, ada pulau pintu masuk Banda yaitu Pulau Run dan Pulau Ay. Keduanya merupakan pulau bersaudara. Mempunyai adat yang sama dengan sebutan Sairun. Penduduk aslinya sudah tidak ada lagi.

Mereka telah mengungsi ketika terjadi penindasan Belanda tempo dulu. Sekarang mereka menetap di Banda Ely, Pulau Key Besar. Pulau Ay sendiri menyimpan seribu kode. Ada benteng balas dendam (Revengie) dan  tempat pengasapan Pala terbesar di Banda. Diantaranya Wilfaren, Weltefreden, Matalenco, Wetsklip dan Klinson. 

Uniknya pula, zona waktu disini mengikuti zona waktu Indonesia Barat. Tetiba disana, semua alat elektronik berganti secara otomatis waktunya le WIB. "Kok masih jam 11.30 siang su abis Dzuhur, "kataku pas tiba disana. "Disini katong pake satelit pusat ade par telepon, jadi jang bingung." Wah, ternyata Pulau Ay bukan Maluku.:) 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline