Akhirnya otak ngga kuat untuk ungkapkan hal ini. Otak akan semakin liar jika tak kutuliskan kenyataan ini.
Ya.. Mau apalagi, Trump di pusat Benua Amerika baru saja menggemakan gendang "kebencian". Trump yang menjadi penguasa negara adidaya itu telah merusak jahitan perdamaian dunia. Dunia gelap seketika. Tetapi di Timur, matahari terus terbit.
Dilain sisi, saya mengaku sangat bersyukur. Bersyukur. Bahwa ada Trump. Lewat Trump, dunia terbuka matanya. Mana yang benar, mana yang salah.
Trump boleh saja merdeka atas pernyataannya tentang Yerussalem sebagai ibukota Israel. Trump boleh saja berbahagia. Tetapi, saya merasakan hal lain, sesungguhnya batin Trump "terkoyak-koyak".
Bersyukur ada Trump, karena manusia-manusia yang menentang Tuhan terbuka jua topeng kemunafikannya.
Disini kita belajar, Trump bukan saja menjual "kata-kata", tetapi sedang membuat "senjata".
Trump, saya duga, tuan hanya iseng-iseng saja dengan pidatomu. Namun, itu ternyata ilusi. Marwah dunia disobek-sobek. Kuburan massal sedang disiapkan. Kami sesungguhnya tak sesak dada, tapi jiwa kami terbakar menyala.
Trump, lewat idemu "Make America Great Again" kau lupakan visi pendahulu Amerika. Saya yakin dibalik papan kuburan mereka, mereka tersedu-sedu nuraninya.
Trump, anda telah mengingkari kepahlawanan seorang Franklin Delano Roosevelt (Presiden Amerika Serikat ke-32) yang telah susah payah membangun Amerika sebagai "polisi dunia".
Trump, kami bersyukur, engkau telah memperingatkan kami. Membangunkan kami dari tidur yang panjang. Tak ada yang dapat kami sampaikan, hanya Tuhan tempat memohon pertolongan dan kekuatan.
Trump, kami bersyukur, tuan begitu berani dan bernyali. Karena itu menjadi tanda cinta kami kokoh bagi tanah anugerah Tuhan: Palestina.