Lihat ke Halaman Asli

Daripada Kaesang Lebih Baik Kalesang

Diperbarui: 6 Juli 2017   13:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dunia maya telah digemparkan dengan curhatan seorang anak presiden. Bukan siapa lagi anaknya Pak Jokowi, Si  Kaesang. Bahkan sampai menjadi viral. Dunia maya bisa menjadikan siapapun akan terkenal dengan mudah. Hanya menampilkan image kontroversi langsung detik itu juga akunnya akan di follow berjuta-juta akun lainnya.

Semua itu bagi saya adalah biasa dalam dunia seperti sekarang ini. Biarpun bukan anak pejabat, bila tentu kemunculannya sesuai dengan selera pengguna akun sosial, maka tenar.

O ya... Saya tidak akan membahas Kaesang. Dia anak seorang presiden. Titik. Kita doakan saja,  bapaknya bisa selesaikan masa tugasnya dengan baik dan bijak. Jangan terlalu wara-wiri,  positif thinking ajalah. Toh,  dia juga WNI.  Bukan gampang menjadi seorang WNI kan? Artinya, kita punya hak yang sama dalam menjaga status kewarganegaraan kita dimanapun. Itulah akarnya Nasionalisme. Bukan narsisme.

O ya... Kita lupakan ajalah...

Ada yang tau dengan Kalesang?  

Kalesang,  bukanlah nama orang. Jadi tiada siapapun yang tersinggung dalam tulisan saya ini.  Tak perlu cari tau identitasnya. Karena, dia bukan siapa-siapa.  Heheh

Kalesang merupakan kosakata yang berasal dari daerah Ambon.  Kalesang berarti memperindah negeri.  Bisa juga menjaga.

Dalam artian itu, daripada ngomoin pribadi orang,  btw,  kita ngomoin aja soal gimana caranya kalesang negeri. Negeri siapa lagi?  Negeri kita, Indonesia.

Dimasa-masa ini,  saya sebut negeri kita sedang kena paceklik. Musim ini sangatlah membuat alam ijo royo-royo ini menjadi gersang tak bersarang. Dimana-mana ada sarang penyamun. Bestari negerinya hilang, tanpa ada puja-puji lagi seperti senandung Indonesia Tanah Air Beta.

Keadaan yang lebih memperburuk adalah adanya kekacauan informasi.  Ya, HOAX namanya. Inilah yang membuat sosial media menjadi tempat hal-hal seperti itu. Akibatnya situasi yang memang sudah morat-marit jalannya dibuat mogok. Sama halnya, mobil yang sudah diisi air dalam tangki mesinnya, malah dipecahkan lagi bannya.

Dimana Indonesia dulu. Sedih sekali melihat angka-angka hutang negara, uang hasil korupsi, konspirasi ala Ali Baba,  skandal dibelakang layar,  skala rendahnya kualitas sumber daya alam kita. Kita pun terjebak dalam aksioma politik.  Seakan-akan politiklah yang mengatur kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline