Lihat ke Halaman Asli

Manifesto Kaum Plebeyi ( Refleksi di Ujung Tahun, bagian 1)

Diperbarui: 31 Desember 2016   19:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Goddess of Dumb (http://blog.libero.it/)

"Semoga rakyat menyatakan bahwa rakyat menuntut agar segala apa yang telah dicuri dikembalikan,segala apa yang secara memalukan dirampas oleh kaum kaya dari kaum miskin!..kami akan membuktikan bahwa tanah dan bumi bukan milik pribadi melaikan milik semua. Kami akan membuktikan bahwa apa yang diambil darinya oleh seseorang melebihi kebutuhan makannya merupakan pencurian terhadap masyarakat"

(Babeuf dalam Pemikiran Karl Marx oleh Franns Magnis- Suseno, hal.20)

Maka menurut saya kondisi di atas terus hidup dan dibiarkan hidup. Era Kapitalis sudahlah cukup membuat rakyat dibual dengan kemakmuran. Lantas bagaimana Indonesia harus makmur dengan kemerdekaan narasi sebagai perwujudan cita-cita kemerdekaan?

Tentunya perkataan Babeuf boleh dikatakan sangat berhubungan erat dengan Pasal 33 UUD 1945 Ayat 3: "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".

Pasal tersebut sebenarnya menjadi agenda bersama demi kemakmuran rakyat. Namun kemudian fakta dilapangan, air dikomersialisasikan, kekayaan bumi dieksploitasi oleh Asing dan Aseng , labanya diberikan kepada konglomerat dan pejabat-pejabat yang tak ikhlas menjadi pelayan masyarakat. Maka tak heran kehidupan seorang Papa Minta Saham di zaman kebaktian terhadap budaya penghambaan materialistik dianggap halal.

Bangsa ini sudah lama hidup dengan drama Politik sebagai panglima, Ekonomi sebagai panglima. Namun masih ada saja reduksisasi dari kedua sisi tersebut.  Zaman reformasi, politik gaya purba menjadi utopia rakyat. Rakyat boleh menggunakan haknya di setiap pemilu. WAJIB. Namun, hak rakyat lain yakni keadilan dan kesenjangan hidup tak didapatkan.

Lalu dimana wajah para patriotisme kaum proletar? Ada memang yang berjuang sungguh-sungguh; pada mereka sel menjadi hotelnya. Sementara ada yang berjuang sungguh-sungguh, hingga rela bakar-bakaran, hujan-hujanan dijalanan tapi hatinya terpaut kekuasaan, layaknya kenyataan Indonesia zaman Soe Hoek Gie.

Maka rakyat dibuat mati rasa. Airmata berganti keluh-kesah. Anak-anak muda dibuat mati candu. Para tetua-tetua membicarakan kehancuran bangsa di meja judi. Perempuan

perempuan keluar rumah dengan rupa pucat. Anak-anak kecil terlihat berbadan telanjang di jalan-jalan kota.

Maka sungguh rusak rupa Indonesia. Jika kiamat telah tiba. Kira-kira apa yang dijawab oleh kita pada masa sidang raya; Yaumul Mizan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline