Lihat ke Halaman Asli

Anak dan Buku

Diperbarui: 3 November 2015   15:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tiga hari yang lalu saya pulang kerja sambil membawa pesanan Umar anak saya, buku berjudul “Winnetou”. Itu adalah buku kedua karya Karl May yang kami beli. 24 jam kemudian buku setebal 346 halaman tersebut selesai dibaca Umar.

Sejak menajdi orang tua kami punya keinginan kuat agar anak-anak kelak senang membaca. Kebanyakan orang tua punya impian yang serupa.

Saya dilahirkan dan tumbuh dalam keluarga yang memiliki tradisi membaca. Bapak sangat senang membaca dan mengkoleksi banyak sekali buku – kebanyakan buku bertema agama.

Ketika pulang dari tugas luar kota seringkali bapak membawa segepok majalah bekas yang didapatkan dari temannya yang berlangganan untuk anaknya. Dan kami anak-anaknya menyambut dengan gembira oleh-oleh tersebut. Tanpa kami sadari bapak sedang menanamkan kegemaran membaca. Jika ada uang lebih kami sering menyempatkan membeli buku dari majalah Bobo bekas hingga novel Trio Detektif.

Tradisi membaca tersebut kami teruskan pada anak-anak kami. Sejak Umar kecil kami sering mengajaknya ke Gramedia atau toko buku lainnya. Kalau kantong sedang kempes cukup dengan membaca gratis di tempat kemudian pulang. Pengalaman tersebut sangat menyenangkan dan ternyata begitu mebekas bagi Umar sehingga setelah bisa membaca maka buku menajdi barang wajib yang harus kami beli dengan rutin.

Sebagaimana anak lainnya, komik menjadi salah satu kegemarannya. Dari Donal, Smurf, Tin-tin, juga beragam komik sains seperti Why dan Super Science. Akhir-akhir ini Umar lebih menikmati bacaan yang lebih berat, novel. Awalnya kami menjadikan buku “Lord of The Ring” sebagai bacaan dan narasi wajib mengikuti saran dari buku “Cinta yang Berpikir” oleh Elen Kristi. Kemudian novel-novel lainnya pun mulai dibacanya.

Selain harus rutin membeli buku, kami juga harus menghilangkan gangguan paling buruk, “TV”. Sudah lama sekali kami tidak lagi memiliki TV. Acara-acara di TV nasional yang menurut saya kurang mendidik dan tidak layak ditonton adalah salah satu alasannya. Selain itu kami ingin mengisi waktu senggang kami dengan kegiatan yang lebih bermanfaat seperti membaca.

Tahap selanjutnya kami sedang berpikir agar Umar berminat untuk menulis.

Sumber : http://griyasinau.com/anak-dan-buku.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline