“Umar gak mau sekolah”
Ucapan itu terlontar dari mulut anak saya, Umar sekira 2 tahun yang lalu. Setelah tidak masuk sekolah selama dua minggu karena sakit campak, kemudian Umar benar-benar tidak mau melanjutkan sekolah.
Ucapan di atas mungkin akan mebuat panik bagi sebagian besar orang tua. Tapi tidak bagi kami. Kok bisa? Begini ceritanya.
Sejak kecil saya tak pernah nyaman bersekolah. Kepribadian saya yang introvert membuat saya sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Bahkan saya hanya tahan sekolah TK hanya selama 2 minggu. Sebabnya adalah ibu tak bisa lagi menemani saya bersekolah karena direpotkan mengasuh kedua adik saya. Tentu tidak mudah bagi ibu saya mengantarkan saya bersekolah sambil mengasuh kedua adik saya.
Menjalani sekolah bukan hal yang sepenuhnya menyenangkan bagi saya. Duduk mendengarkan penjelasan guru di dalam ruangan bersama puluhan murid lainnya membuat hidup saya tersiksa meskipun saya tidaklah terlalu sulit mengikuti pelajaran di sekolah.
Ketika SMP saya mengenal pelajaran Elektronika dan saya jatuh cinta padanya. Meskipun bukan pelajaran utama, saya selalu berusaha keras mempelajari Elektronika selain dua pelajaran lain yang saya sukai; Fisika dan Matematika. Karena Elektronikalah saya memutuskan melanjutkan STM dibanding ke SMA. Saya sudah tak tahan lagi harus belajar ekonomi, geografi, dan seabreg pelajaran lain yang tak pernah saya sukai.
Saya selalu menggugat banyak hal tentang pendidikan, meskipun masih dalam hati. Saat itu belum ada internet apalagi medsos dimana setiap orang dengan mudah mengutarakan isi pikirannya sekaligus mencari informasi yang diinginkan.
Ketika menikah dan lahirlah Umar anak pertama kami, kami masih bingung bagaimana visi pendidikan anak kami. Sempat kami diskusikan mengenai Homeschooling namun belum mantap karena masih kurangnya informasi.
Ada banyak alasan yang membuat kami menjadikan Homeschool sebagai salah satu pilihan utama kami. Diantaranya carut-marut sistem pendidikan nasional, kurikulum yang makin tak ramah anak, sistem pendidikan yang diususpi kepentingan politik dan bisnis.
Ketika temannya sibuk dengan playgroup dan TK, Umar cuek tak pernah meminta hal yang sama dan kami pun tak pernah memaksa. Kami berkomitmen hanya akan menyekolahkan Umar ketika dia siap. Dan di usia 5,5 tahun Umar meminta bersekolah TK.
1 tahun bersekolah TK dijalani dengan senang oleh Umar.