Lihat ke Halaman Asli

"English-ization" Indonesia Berjalan Lambat

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Negara-negara  Asia kini dalam proses english-ization (penginggrisan), termasuk Indonesia. Tingkat kecepatan penginggrisan  Negara-negara Asia tidak merata. Ada yang cepat seperti Singapura, dan ada  yang lambat seperti Indonesia meski bahasa Inggris sudah dipelajari di seluruh jenjang pendidikan. Di Indonesia, tidak mudah turis asing mendapatkan orang fasih berbahasa Inggris di jalan-jalan atau di pasar untuk sekadar bertanya alamat. Orang-orang yang mampu berkomunikasi bahasa Inggris  masih terkonsentrasi di sekolah, kampus, dan perkantoran atau perusahaan/industri. Berbeda dengan di Singapura, di mana saja kita bisa menemui orang yang bisa diajak bicara dalam bahasa Inggris.  Surat kabar The Wall Street Journal, edisi  6- 8  Agustus 2010 mengutip laporan   Educational Testing Service menyatakan,  Singapura meraih nilai rata-rata TOEFL tertinggi di antara 10 negara, Singapura meraih angka tertinggi yaitu 100 (meliputi tes reading, listening, speaking, dan writing). Nilai TOEFL dibawah Singapura secara berurutan adalah Afrika Selatan (kedua), Jerman (ketiga), India, Brazil, Rusia, Korea, Hong Kong, China, dan yang paling rendah Jepang. Indonesia tidak termasuk dalam penilaian ini. Bisa lebih tinggi dari Jepang, tetapi sepertinya tidak mungkin di atas Singapura. Menyadari nilai TOEFL paling jeblok di antara negara-negara tersebut, Jepang kini sedang menggalakkan berbahasa Inggris di semua sektor. Bahkan negeri ini sekarang dapat dikatakan sedang melakukan english-ization, supaya bisnis mereka bisa menguasai dunia, mengingat  Bahasa Inggris punya fungsi strategis sebagai bahasa internasional dan  merupakan bahasa bisnis international. Perusahaan multinational  tidak mungkin lagi meninggalkan Inggris sebagai bahasa komunikasi. Di Jepang, sejak beberapa bulan lalu sekitar 2.000 karyawan Rakuten Inc., perusahaan retail  online terbesar di negeri itu tiap Senin pagi berkumpul di depan kantor pusat perusahaan itu di Tokyo. Atas permintaan pendiri dan chief executive perusahaan itu, pertemuan harus berlangsung dalam bahasa Inggris. Semua harus berbahasa Inggris, baik penulisan surat-surat, dokumen kerja, maupun daftar menu di kantin, dan tanda petunjuk arah  di elevator. Targetnya, mulai tahun 2010 seluruh karyawan perusahaan itu sudah mampu berbahasa Inggris dengan siapa saja dalam surat-menyurat maupun berbicara. Mereka diancam akan dipecat apabila dalam waktu yang ditentukan belum juga bisa berbahasa Inggris. Bukan hanya Rakuten, perusahaan multinasional lainnya, seperti Sony Corp, Nissan Motor Co, Fast Retailing Co, Mitsubishi Corp, Honda Motor Co, dan Nippon Sheet Glass Co, bertahun-tahun sudah  menggunakan bahasa Inggris dalam rapat dan penulisan dokumen bisnis. Di Indonesia, sejumlah perusahaan juga sudah malakukan hal yang sama. Harian Kompas, surat kabar terbesar di Indonesia yang mensyaratkan calon wartawannya  mampu berbahasa Inggris dan ditunjukkan dengan score yang bagus saat dites, juga mulai membiasakan wartawan dan karyawannya menggunakan Bahasa Inggris. Pemimpin Redaksi Harian Kompas, Rikard Bagun beberapa bulan lalu menetapkan setiap hari Jumat sebagai hari Bahasa Inggris (english day). Setidaknya setiap rapat redaksi pada Jumat  pagi sudah menggunakan bahasa Inggris.  Untuk mendorong karyawan dalam penggunaan bahasa Inggris,  Kompas  menyelenggarakan debat bahasa Inggris antar karyawan di semua  bagian di bulan Agustus 2010. Menciptakan Lingkungan Inggris Rupanya untuk bisa lancar berbahasa Inggris, tidak cukup hanya dengan belajar di bangku sekolah dan kuliah. Kita perlu tinggal di lingkungan yang sehari-hari berbahasa Inggris. Bagaimana dengan orang Indonesia yang dengan segala keterbatasan dana tidak bisa pergi ke luar negeri untuk tinggal bersama orang bule? Sebenarnya tidak menjadi masalah dengan orang yang tidak bisa belajar atau bergaul dengan penutur asli Inggris di luar negeri. Solusinya, ciptakan hari-hari berbahasa Inggris dengan keluarga, dengan teman-teman di tempat kerja. Atau bisa juga kita membentuk komunitas yang tidak hanya berdasarkan kebendaan belaka tetapi menggabungkan dengan melatih keterampilan bahasa Inggris. Misalnya kita punya komunitas sepeda, apapun namanya. Kita bisa membentuk komunitas sepeda berbahasa Inggris. Jadi dalam klub itu selalu menggunakan bahasa Inggris, baik di jalan, menjelang berangkat atau saat istirahat di jalan. Jika dalam seminggu kita berjalan dua hari dengan komunitas bersepeda Inggris misalnya, kemudian ditambah english day di kantor satu hari, dan di rumah satu hari, jumlahnya sudah empat hari dalam seminggu. Sudah lumayan.  Selebihnya dibantu dengan menyimak siaran televisi asing, seperti CNN, BBC, World Star, Al-Jazeera (yang berbahasa Inggris), ABC, News Asia, dan chanel-chanel lainnya. Dengan cara demikian, sudah cukup untuk mendukung praktik berbahasa Inggris. (M Nasir) [caption id="attachment_237565" align="alignright" width="300" caption="Suasana belajar Bahasa Inggris di Tanjung Duren, Jakarta Barat"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline