[caption id="attachment_208755" align="alignleft" width="150" caption="Sumber: Private Collection"] [/caption]
"Sebenarnya aku selalu membatasi hubungan dengan dia. Seingatku aku hanya sekali telepon dia, waktu dia mau nikah dulu. Itu juga karena telepon rame-rame di rumah mbak Umi. Kalaupun kontak aku hanya sekedar memberi ucapan selamat hari raya" jelas istriku malam takbiran kemarin. Dia mulai mau menjelaskan hubungannya dengan Zain, mantan pacarnya akhir-akhir ini. Sejak tahun lalu aku tahu dia telepon dan SMS begitu intensif dengan lelaki itu.
"Memang, sejak pertengahan tahun lalu aku kembali menghubunginya. Itu juga karena Anny yang semula telepon lalu dikasihkan aku. Nggak tahu mengapa, sejak saat itu aku jadi begitu sering telepon dan SMS dia. Aku terbawa suasana. Apalagi waktu ada rencana reuni kampus dan sekolah, sehingga jadi sering kontak dengan teman-teman lama"
"Aku tak bermaksud apa-apa. Yang aku pikirkan, aku hanya bermaksud berteman seperti sebelumnya"
"Tapi kenapa yang paling sering dengan Zain. Bahkan kamu yang selalu telepon atau SMS duluan. Yang kamu bicarakan juga bukan soal reuni...?" cecarku.
"Ya itulah. Aku... aku tidak tahu. Aku terbawa suasana, tapi aku juga tidak pernah berfikir untuk macam-macam, tapi... Ya... aku memang salah" Dalihnya terbata-bata dan berusaha menutup pembicaraan.
"Apakah begitu itu bukan karena masih ada perasaan cinta?" tanyaku datar.
"Nggak ada..." Jawabnya terputus.
"Kamu kan pernah saling menyukai. Kamu juga bilang nggak pernah ada putus antara kamu dan dia" Sanggahku.
Sejenak dia terdiam seperti sedang merenung sambil menarik nafas dalam-dalam. "Nggak tahulah. Aku nggak pernah berfikir begitu" Jawabnya sembari kembali terdiam beberapa saat.
"Terus terang.... aku memang menyukainya, juga Faiz.... tetapi aku tak tahu itu perasaan seperti apa. Apakah rasa suka sebegai sahabat atau lebih dari itu.... Sejak dulu aku memang suka berteman dengan siapa saja" Jawabnya hati-hati.