Lihat ke Halaman Asli

Pengalaman Bersama Penderita Hemofilia

Diperbarui: 28 Oktober 2015   11:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berbagai literatur kesehatan menyebutkan jika Hemofilia merupakan suatu kelainan pada sistem pembekuan darah. Normalnya, jika kulit terluka, darah akan membeku untuk mencegah pendarahan. Namun, pada pengidap hemofilia, darah tidak bisa membeku dengan cepat. Akibatnya, penderitanya akan berdarah lebih lama dan kehilangan darah lebih banyak. Penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Tapi, dengan penanganan yang tepat, pengidapnya bisa beraktivitas dengan normal.

Hemofilia termasuk penyakit yang langka, perbandingan pengidapnya kira-kira 1000:1 orang. Karena kelangkaannya itulah penyakit ini termasuk penyakit yang “mahal”, terutama dari segi obat-obatnya. Tak jarang banyak penderita penyakit ini yang hanya bisa pasrah saja setelah semua harta bendanya habis untuk pengobatan.

Setidaknya dari perjalanan bakti sosial yang pernah saya ikuti bersama teman-teman di Kabupaten Pati Jawa Tengah menemukan 2 penderita penyakit ini di tempat yang berbeda.

  1. Dani Setiawan (12 tahun) dusun omah tebu ds. Gesengan Cluwak..

Awal pertama kali rekan-rekan menengok keadaan Dani pada 21 Desember 2014 menemukan fakta jika ia:

  1. Menderita Hemofilia sejak usia 6 bulan sampai sekarang.
  2. Sehari2 utk aktivitas harus dijaga salah satu orang tuanya karena jika ketusuk jarum saja darah yg keluar bisa ber liter-liter.
  3. Duduk di kelas 2 SD dan untuk sekolah biasanya digendong orang tuanya pulang dan pergi.
  4. Sejauh ini pengobatannya dilakukan di Jogjakarta, dengan jatah kontrol 2 bulan sekali.
  5. Kondisinya msih tergantung dg obat2 an yg dikonsumsi dan bila dihitung secara matematis ditaksir seharga 3 jt 586 rb per botol. Dan idealnya dia menghabiskan 10 botol utk 2 bulan, tapi karena keterbatasan biaya, ia pun hanya menjalani pengobatan seadanya.

Sedangkan keadaan keluarganya kurang lebih:

  1. Tak punya penghasilan tetap dan pasti. Sehari-hari hanya mengandalkan upah si ibu yg jadi buruh masak di salah satu warung (karna bapaknya hrus menjaga Dani).
  2. Penghasilan hanya 30 ribu per hari (kerja jm 3 pagi smpai jam 6 sore.
  3. Tinggal di rumah yang hanya berdinding gedek dan seng. Hanya beratap genteng lusuh yg entah sudah berapa tahun tidak diganti.
  4. Keluarga ini juga tidak punya kamar mandi untuk MCK, sehari2 numpang di tetangga.
  5. Hampir seluruh hartanya habis untuk pengobatan Dani.

 

 2. Teguh ds. Genengmulyo-Juwana

Keadaan Teguh tidak jauh berbeda dengan Dani. Jika ia pendarahan pasti ujung-ujungnya ke Rumah sakit. Ia menderita hemofilia sejak usia 5 bulan dan hidup serba kekurangan. Ia hidup bersama Ibu dan seorang perempuan sepuh yakni Bibi Ibunya di rumah yang beberapa waktu yang lalu roboh karena tidak diperbaiki. Iya, karena keterbatasan biaya akhirnya para tetangga pun berinisiatif untuk membangun rumah itu mesti sangat sederhana.

Hemofilia mungkin memang sulit disembuhkan. Tapi tidak ada salahnya jika ikut serta hanyut untuk menikmati apa yang mereka rasakan. Karena keceriaan mereka pada hakikatnya adalah kebahagiaan bersama.

Tetap Semangat Dani dan Teguh. Karena kehidupan masih terus berjalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline