Teorema politik mendoktrinasi cara berpikir masyarakat berdalih mengikat perhatian dan menggaet ketertarikan kaum milenial muda demi terwujudnya cita - cita terbaik politisi negeri.
Saling menantang dan berperang ide - ide skeptis mencoba menjatuhkan lawan tak hanya melalui media, namun juga dengan kampanye terbuka. Tak seterbuka kampanye tersebut tentunya, namun peralihan komunikasi dan saling jual materi membuat seni politik tampak terkaburkan dalam tujuan nyata memperoleh suara rakyat jelata.
Merongrong hingga ke pelosok, tak lain dan tak bukan hanya untuk mendulang keramaian jiwa manusia, berusaha memperlihatkan superioritas keunggulan elektabilitas calon penguasa negara dalam singgasana.
Bicara janji visi dan misi, sudah tak lagi mengarah pada benang merah tujuan yang sebenarnya. Sampai - sampai bicara kosong melompong, tak mengenal fakta dan bukti kian jadi materi kampanye yang berintegritas.
Seakan saling serang tanpa pikir panjang, keos publik termakan oleh gagasan kebangsaan yang selama ini terdengar hingga menyingkap kampanye simpatik, bukan lagi mempersatukan. Kini masyarakat telah menjadi idealis yang fanatis, cenderung meninggikan ego dan dendam baik pribadi maupun kelompok untuk kepentingan politik.
Kini emosi tak lagi bisa dibendung, bak terbakar bara api, tersulut akibat konfrontatif dari tindakan saling menyudutkan lawan politik. Sehingga perdamaian yang diharapkan telah hangus dan lenyap dalam duel adu rintisan kebijakan antar kompetitor di ruang terbuka.
Menjelang diselenggarakannya kontestasi hajatan besar Pilpres dan Pileg 2019, tak layak alat peraga kampanye masih ilegal terpasang, tertempel, maupun berdiri di tempat terbuka. Seakan menjadi noda perusak kedamaian dalam wujud kesatuan bangsa.
Memperkeruh suasana dan kondisi gelar kampanye politik terbuka, seolah menjadi racun bagi para kaum muda pengusung demokratis pengisi kotak suara nantinya.
Tak hanya model obyek yang telak fokus dengan pandangan mata, namun model subyektif politik uang yang secara kasat mata masih mengiringi jalannya proses pembangunan dan perwujudan pemerintahan yang berkeadilan. Ketertinggalan negara atas kejujuran dalam proses persatuan dapat diukur dari model awal yang diterapkan calon pemimpin negeri yang seakan menjadi oposisi kemakmuran bangsa dan negara.
Melewati proses masa kampanye bagi mereka yang terlibat memang tidaklah mudah. Strategi - strategi jitu perlu disematkan untuk memperoleh kemenangan sejatinya. Membuat situasi dan kondisi kondusif mengusung kedamaian pemilihan dengan berazaskan luber jurdil seharusnya sudah diterapkan sejak dini.
Dengan begitu masyarakat dapat menyalurkan aspirasi politik dengan aman, tertib, dan tenang tanpa ada tekanan dari pihak manapun termasuk lobi - lobi dari berbagai kepentingan yang menjadi haru kemanusiaan, sehingga tidak akan mengganggu jalannya roda pembangunan dan pemerintahan.