Lihat ke Halaman Asli

Narwan Eska

Pemahat Rupadhatu

Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi

Diperbarui: 29 Agustus 2019   22:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: historia.id

MATAHARI memancarkan cahaya tepat di atas ubun-ubun. Seorang pemuda dengan langkah cepat menuju utara. Di pinggangnya terselip keris tak ber-warangka, hanya dibungkus kain putih. Bungkusan itu sesekali dipegangnya. Ia memastikannya tidak jatuh, atau terlihat orang lain.

Ken Arok, pemuda jelata itu, ingin segera sampai di Tumapel. Ingin ia mengabdi di Pakuwon Tumapel. Dia yakin sekali untuk mencapai cita-citanya -menjadi seorang raja- harus dimulai dari bawah. Mulai menjadi seorang abdi atau parajurit misalnya.

Meski Ken Arok tidak menyukai pekerjaan itu. Ia lebih menyukai sebagai pencuri atau perampok. Seperti masa lalunya sebelum bertemu dengan Loh Gawe. Berkat didikan Loh Gawe-lah dia berubah menjadi pemuda baik dan bercita-cita luhur.

Di Tumapel, Akuwu Tunggul Ametung tanpa ragu-ragu menerima pengabdian Ken Arok. Pemuda desa itu pun mulai bekerja di Pakuwon Tumapel. Dengan cepat Ken Arok akrab dengan pekerjaannya. Para abdi lain pun menyenagi kerja Ken Arok, rajin dan cekatan. Sebenarnya, sifat rajinnya hanya untuk menarik perhatian majikan putrinya, Ken Dedes, istri Tunggul Ametung.

Di mata Ken Arok, Ken Dedes adalah bidadari. Mata malingnya selalu mencuri pandang saat melihat majikan putrinya lewat. Tak ada lekuk tubuh Ken Dedes yang luput dari perhatian mata Ken Arok.

Bidadari itu begitu sempurna. Ken Arok melihat cahaya yang meyilaukan mata dari bawah pusar Ken Dedes. Selalu, selalu bercahaya di mata Ken Arok. Sungguh dia bidadari yang kini bersemayam di Tumapel.

***

Keheningan malam dipecahkan oleh suara tangis bayi di Kaputren. Ken Arok terjaga dari tidurnya, membuat Kebo Ijo pun terjaga, namun hanya membalikkan tubuhnya lalu tidur lagi. Mata Ken Arok berkedip-kedip. Ia membayangkan, lusa akan melihat lagi sang bidadari lewat di depannya.

Seperti dulu, sebelum tambun karena hamil. Lama sekali Ken Arok menanti saat-saat itu. Saat bidadarinya berjalan dan menyapanya dengan senyum yang mampu melambungkan angannya. Lamunan Ken Arok terus melayang jauh hingga melampui puncak gunung Arjuna di sebelah utara.

Gejolak hati yang memendam cita-cita semakin meletup-letup. Bahkan kini bercampur birahi untuk memiliki sang bidadari Tumapel. Wanita yang rahimnya memancarkan cahaya, sangat pantas menjadi seorang permaisuri yang kelak akan menurunkan raja-raja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline